Selasa, 11 Juni 2013

PN Jakarta Pusat Vonis Bebas Tiga Terdakwa Kasus Yayasan Fatmawati

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiga terdakwa kasus penjualan tanah yayasan Fatmawati divonis bebas oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Menyatakan terdakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU), akan tetapi perbuatan itu bukan perbuatan tindak pidana," kata Ketua Majelis Hakim Muhammad Asikin yang pada sidang menggantikan Bagus Irawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin(10/6/2013).
Ketiga terdakwa diperintahkan majelis hakim agar membawa kembali barang bukti yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara Toto Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Niaga Jakpus atas nama Yayasan Fatmawati. Hal tersebut dilakukan karena ketiganya tidak terbukti melakukan yang dituduhkan jaksa.
"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan agar barang bukti bahwa yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara Toto Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Jakarta Pusat atas nama Yayasan Fatmawati, dikembalikan ke Yayasan Fatmawati,"ujarnya.
Menanggapi vonis bebas majelis hakim, kuasa hukum terdakwa Hermawi F Taslim langsung menerima vonis bebas terhadap ketiga kliennya itu.
"Tidak ada tanggapan, kami menerima yang mulia," kata Hermawi Taslim.
Usai persidangan, Hermawi Taslim menjelaskan, dari vonis bebas majelis hakim tersebut, ada tiga poin yang menjadi fokus kuasa hukum terutama soal bukti uang sebesar Rp 20 miliar yang diajukan JPU yang disita dari rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada, Jakarta, jelas tidak benar.
"Karena, PT GNU setor ke Yayasan Fatmawati di CIMB Niaga Cabang Palatehan dan sudah habis dipakai untuk membangun sejumlah bangunan dan operasional Rumah Sakit Fatmawati sebagai persyaratan terhadap Depkes. Dan barang bukti itu tidak bisa diganti, kalau habis tidak bisa diganti. Ini berarti barang buktinya abal-abal," ujar Hermawi Taslim.
Berikutnya, lanjut Hermawi semua tindakan dan langkah yang dilakukan ketiga kliennya, ada basis perjanjian perdatanya.
"Dan ketiga, sesuai saksi ahli dari Jember, keberadaan PPATK mutlak, jadi semua perkara pencucian uang, harus ada analisis keuangan dari PPATK. Sementara di kasus ini, tidak ada, dan arus uang tidak bisa lihat, karena mereka (penyidik dan JPU) tidak punya akses, karena yang punya akses ini PPATK," paparnya.
Atas putusan ini, maka urusan dengan Kementerian Kesehatan sudah selesai dan Yayasan Fatmawati tinggal menunggu surat pelepasan aset yang dikeluarkan Departemen Keuangan.
"Surat pelepasan aset dari Depkeu diberikan kepada Depkes, kemudian dari Depkes diberikan kepada PT GNU. Atas dasar surat itu, PT GNU akan melunasi pembelian itu (tanah) apabila ada surat pelepasa aset dari Depkes," ujarnya.
Akibat dari putusan ini, lanjutnya, hubungan perdata PT GNU dengan Yayasan Fatmawati terus berlangsung. GNU akan melunasi semua kewajibannya, yakni membayar sejumlah uang yang belum dilunasi karena adanya syarat perjanjian yang menyebutkan, uang tersebut baru dibayarkan ke Yayasan Fatmawati jika Yayasan Fatmawati sudah menyerahkan surat pelepasan asetnya.
"Jadi, alasan mereka (Fatmawati), bahwa PT GNU wanprestasi dan Yayasan Fatawati menjalin kerja sama dengan Mega Elas, itu keliru. Karena bayar sesuai waktunya itu, bila surat pelepasan aset sudah ada. Akibat lain, semua hubungan hukum dengan pihak lain, sepenjang menyangkut tanah, itu batal demi hukum. Jadi Yayasan Fatmawati perjajian dengan Mega Elsa itu selesaikan saja berdua," ujarnya.
Selain karena bukti yang dirasa kurang, Hermawi Taslim mengatakan lima saksi dalam perkara ini mencabut BAP polisi, karena mereka disodori pemeriksaan BAP-nya saat diperiksa untuk Toto Kuncoro.
"Kalau Toto dihukum, karena Toto pinjam dari Robet Tantular, ada dana Antaboga-nya, dia (Toto) patut mengetahui, karena pinjam dari Robet Tantular dan perjanjiannya di bawah tangan," ujarnya.
Sedangkan Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin yang menjadi pihak kuasa Yayasan Fatmawati untuk mencarikan investasi dan menjual tanah, tidak pernah mengenal Robet Tantular. Selain itu, Toto Kuncoro juga tidak perrnah memperkenalkan Robet Tantular kepada ketiganya.
"Toto juga tidak beritahu uang ini dari Robet Tantular. Jadi, unsur patut mengetahuinya tidak ada sama sekali, tidak kena," katanya Hermawi, laki-laki yang menjabat sebagai Ketua Forum Komunikasi Alumni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).
Perlu diketahui, dalam kasus sengkarut tanah Yayasan Fatmawati ini, jaksa penuntut umum mendakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin telah melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a, b dan c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, Johanes juga didawa Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana telah diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Atas dakwaan tersebut Hermawi Taslim menilai, dakwaan tersebut tidak cermat, sehingga ia yakin kliennya dibebaskan dari semua tuntutan. Pasalnya, selain dakwaan jaksa dinilai lemah dan tanpa pokok perkara yang jelas, barang bukti yang disita, yakni uang sebesar Rp 20 miliar dari rekening Yayasan Fatmawati, diduga merupakan bukti yang telah direkayasa, alias bukti palsu.

Menurutnya, tudingan itu dilontarkan, karena menurut keterangan beberapa orang saksi saat diperiksa penyidik Polri, dana sebesar itu telah habis dibelanjakan Yayasan Fatmawati.

Sumber : www.tribunnews.com/2013/06/11/pn-jakarta-pusat-vonis-bebas-tiga-terdakwa-kasus-yayasan-fatmawati

Terdakwa Pencucian Uang Bank Century Divonis Bebas

Skalanews - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus bebas tiga terdakwa kasus pencucian uang dari terpidana skandal Bank Century Robert Tantular.
Ketiga terdakwa itu, yakni Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchisin.

Para terdakwa pun lolos dari tuntutan tujuh tahun penjara yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Ketiga terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan, sekaligus memulihkan namanya dari segala tuntutan hukum," kata majelis hakim, Bagus Irawan dalam persidangan di PN Jakpus, Senin (10/6).

Dalam pertimbangannya, majelis beranggapan kasus pencucian uang yang didakwakan ke mereka bertiga tidak disertakan hasil analisis Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Sedangkan uang yang disita Mabes Polri sebesar Rp20 miliar dari rekening Yayasan Fatmawati, dinilai bukan milik para terdakwa.
"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan agar barang bukti bahwa yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara Totok Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Jakpus atas nama Yayasan Fatmawati, dikembalikan ke Yayasan Fatmawati," pungkas hakim.

Atas putusan itu, JPU pun menyatakan akan memperdalam terlebih dahulu putusan majelis hakim untuk mengajukan banding.

"Kita pikir-pikir dulu," kata Jaksa Mustofa.
Sebelumnya, JPU menuntut 7 tahun pidana penjara terhadap para terdakwa. JPU menyatakan para terdakwa bersalah telah melakukan pencucian uang sesuai Pasal 6 UU No 15/2002 dan telah diubah sebagaimana menjadi UU No 25/2003 tentang Pencucian Uang
Sedangkan, menurut kuasa hukum ketiga terdakwa, Hermawi F Taslim langsung menerima putusan majelis hakim dan menilai vonis bebas murni tersebut sudah tepat. Dirinya pun memiliki catatan atas kejanggalan kasus ini.

"Pertama, terutama bukti uang sebesar Rp20 miliar yang diajukan JPU yang diista dari rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada, Jakarta, jelas tidak benar," katanya.

Pasalnya uang dari PT Graha Nusa Utama (GNU) yang disetorkan ke Yayasan Fatmawati via Bank CIMB Niaga sudah habis dibelanjakan untuk keperluan yayasan, yakni membangun asrama perawat, kamar jenazah, dan membangun RS RP Soeroso.

"Dan barang bukti itu tidak bisa diganti, kalau habis tidak bisa diganti. Ini berarti barang buktinya abal-abal," tudingnya.

Kedua, Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang yang didakwakan kepada kliennya tidaklah tepat. Karena semua perkara pencucian uang harus disertai analisi keuangan dari PPATK.

"Sementara di kasus ini, tidak ada, dan arus uang tidak bisa lihat, karena mereka (penyidik dan JPU) tidak punya akses, karena yang punya akses ini PPATK," jelasnya.

Selain itu, saksi-saksi yang diajukan JPU selama persidangan adalah saksi abal-abal. Bahkan lima saksi diantaranya mencabut Berita Acara Pemeriksaan. Pasalnya para saksi diperiksa terkait Totok Kuncoro selaku Direktur Utama PT Graha Nusa Utama.

Totok Kuncoro sendiri diketahui telah divonis 5 tahun penjara pada Desember 2012 silam, karena terbukti bersalah menerima aliran dana Bank Century.

"Kalau Totok dihukum, karena Totok pinjam dari Robet Tantular, ada dana Antaboga-nya, dia (Toto) patut mengetahui, karena pinjam dari Robet Tantular dan perjanjiannya di bawah tangan," jelasnya.

Sedangkan Johanes, Stefanus dan Umar yang menjadi pihak kuasa Yayasan Fatmawati untuk mencarikan investasi dan menjual tanah, tidak pernah mengenal Robet Tantular. Selain itu, Totok Kuncoro juga tidak perrnah memperkenalkan Robet Tantular kepada ketiganya.

"Totok juga tidak beritahu uang ini dari Robet Tantular. Jadi, unsur patut mengetahuinya tidak ada sama sekali, tidak kena,"pungkasnya. (deddi bayu/frida astuti/mvw)

Sumber : http://skalanews.com/berita/detail/147373/terdakwa-pencucian-uang-bank-century-divonis-bebas

Tiga Terdakwa Sengketa Tanah Fatmawati Divonis Bebas

Jakarta, GATRAnews - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membebaskan Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin, dari semua dakwaan jaksa penuntut umum dalam kasus sengketa penjualan tanah Yayasan Fatmawati.

"Menyatakan terdakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefabus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU). Akan tetapi perbuatan itu bukan perbuatan tindak pidana," kata Kepala PN Jakpus Muhammad Asikin, dalam amar putusan yang diputus hakim ketua Bagus Irawan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (10/6).

Karena ketiganya tidak terbukti melakukan yang dituduhkan JPU, ucap Asikin, maka majelis hakim menyatakan ketiga terdakwa lepas dari segala tuntutan JPU dan memerintahkan JPU memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya.

"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan agar barang bukti bahwa yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara Toto Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Jakpus atas nama Yayasan Fatmawati, dikembalikan ke Yayasan Fatmawati," tandasnya.

Muhammad Asikin yang menggantikan Bagus Irawan tersebut langsung menanyakan sikap JPU atas putusan bebas ketiga terdaka itu. "Kami pikir-pikir yang mulia," jawa JPU Mustofa yang menuntut ketiga terdakwa masing-masing 7 tahun penjara.

Sedangkan kuasa hukum ketiga terdakwa yang dikomandani Hermawi F Taslim, langsung menerima vonis bebas terhadap ketiga kliennya itu. "Tidak ada tanggapan, kami menerima yang mulia," jawab Hermawi Taslim.

Usai persidangan Hermawi Taslim menjelaskan, dari vonis bebas majelis hakim tersebut, ada tiga poin yang menjadi fokus kuasa hukum, pertama; terutama bukti uang sebesar Rp 20 miliar yang diajukan JPU yang diista dari rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada, Jakarta, jelas tidak benar.

"Karena, PT GNU setor ke Yayasan Fatmawati di CIMB Niaga Cabang Paletehan dan sudah habis dipakai untuk membangun sejumlah bangunan dan operasional Rumah Sakit Fatmawati sebagai persyaratan terhadap Depkes. Dan barang bukti itu tidak bisa diganti, kalau habis tidak bisa diganti. Ini berarti barang buktinya abal-abal," tandas Hermawi Taslim.

Kedua, lanjut dia, semua tindakan dan langkah yang dilakukan ketiga kliennya, ada basis perjanjian perdatanya. "Dan ketiga, sesuai saksi ahli dari Jember, keberadaan PPATK mutlak, jadi semua perkara pencucian uang, harus ada analisis keuangan dari PPATK. Sementara di kasus ini, tidak ada, dan arus uang tidak bisa lihat, karena mereka (penyidik dan JPU) tidak punya akses, karena yang punya akses ini PPATK," paparnya.

Atas putusan ini, ucap Hermawi Taslim, maka urusan dengan Departemen kesehatan sudah selesai dan Yayasan Fatmawati tinggal menunggu surat pelepasan aset yang dikeluarkan Departemen Keuangan.

"Surat pelepasan aset dari Depkeu diberikan kepada Depkes, kemudian dari Depkes diberikan kepada PT GNU. Atas dasar surat itu, PT GNU akan melunasi pembelian itu (tanah) apabila ada surat pelepasa aset dari Depkes," ujarnya.

Akibat dari putusan ini, lanjutnya, hubungan perdata PT GNU dengan Yayasan Fatmawati terus berlangsung. GNU akan melunasi semua kewajibannya, yakni membayar sejumlah uang yang belum dilunasi karena adanya syarat perjanjian yang menyebutkan, uang tersebut baru dibayarkan ke Yayasan Fatmawati jika Yayasan Fatmawati sudah menyerahkan surat pelepasan asetnya.

"Jadi, alasan mereka (Fatmawati), bahwa PT GNU oneprestasi dan Yayasan Fatawati menjalin kerjasama dengan Mega Elas, itu keliru. Karena bayar sesuai waktunya itu, bila surat pelepasan aset sudah ada. Akibat lain, semua hubungan hukum dengan pihak lain, sepenjang menyangkut tanah, itu batal demi hukum. Jadi Yayasan Fatmawati perjajian dengan Mega Elsa itu selesaikan saja berdua," bebernya.

Selain karena bukti abal-abal, tandas Hermawi Taslim, 5 saksi dalam perkara ini mencabut BAP polisi, karena mereka disodori pemeriksaan BAP-nya saat diperiksa untuk Toto Kuncoro. "Kalau Toto dihukum, karena Toto pinjam dari Robet Tantular, ada dana Antaboga-nya, dia (Toto) patut mengetahui, karena pinjam dari Robet Tantular dan perjanjiannya di bawah tangan," tandasnya.
Sedangkan Raden Mas Johanes Sarwono, Stefabus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin
yang menjadi pihak kuasa Yayasan Fatmawati untuk mencarikan investasi dan menjual tanah, tidak pernah mengenal Robet Tantular. Selain itu, Toto Kuncoro juga tidak perrnah memperkenalkan Robet Tantular kepada ketiganya.

"Toto juga tidak beritahu uang ini dari Robet Tantular. Jadi, unsur patut mengetahuinya tidak ada sama sekali, tidak kena," pungkasnya.

Perlu diketahui, dalam kasus sengkarut tanah Yayasan Fatmawati ini, jaksa penuntut umum mendakwa Yohanes Sarwono, Stefanus Farok, dan Umar Muchsin telah melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a, b dan c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, Yohanes juga didawa Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana telah diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Atas dakwaan tersebut Hermawi Taslim menilai, dakwaan tersebut tidak cermat, sehingga ia yakin kliennya dibebaskan dari semua tuntutan. Pasalnya, selain dakwaan jaksa dinilai lemah dan tanpa pokok perkara yang jelas, barang bukti yang disita, yakni uang sebesar Rp 20 miliar dari rekening Yayasan Fatmawati, diduga merupakan bukti yang telah direkayasa, alias bukti palsu.

Menurutnya, tudingan itu dilontarkan, karena menurut keterangan beberapa orang saksi saat diperiksa penyidik Polri, dana sebesar itu telah habis dibelanjakan Yayasan Fatmawati. "Di antaranya, berdasarkan keterangan mantan Sekretaris Yayasan Fatmawati, Mutia Prihatini. Dia menyebutkan, dana tersebut sudah habis dibelanjakan Yayasan Fatmawati. Jadi bagaimana bisa menyita uang yang sudah habis dibelanjakan?" pungkasnya. (IS)

Tiga Terdakwa Kasus Century Bebas

JAKARTA, suaramerdeka.com - Tiga terdakwa kasus Bank Century bebas dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tujuh tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Tiga terdakwa tersebut adalah Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin. Ketiganya merupakan terdakwa penjualan tanah Yayasan Fatmawati.

Ketua majelis hakim, Muhammad Asikin membebaskan terdakwa dari semua tuntutan JPU dan perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana. "Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan agar barang bukti bahwa yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara Toto Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Jakpus atas nama Yayasan Fatmawati, dikembalikan ke Yayasan Fatmawati," ujarnya.

Muhammad Asikin yang menggantikan Bagus Irawan tersebut langsung menanyakan sikap JPU atas putusan bebas ketiga terdaka itu. "Kami pikir-pikir yang mulia," jawab JPU, Mustofa.

Sedangkan kuasa hukum ketiga terdakwa, Hermawi F Taslim menyatakan langsung menerima vonis bebas terhadap ketiga kliennya itu. "Tidak ada tanggapan, kami menerima yang mulya."

Usai persidangan Hermawi mengatakan, dari vonis bebas majelis hakim tersebut, ada tiga poin yang menjadi fokus kuasa hukum yakni pertama, bukti uang sebesar Rp 20 miliar yang diajukan JPU yang diista dari rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada, Jakarta tidak benar. "Karena, PT GNU setor ke Yayasan Fatmawati di CIMB Niaga Cabang Paletehan dan sudah habis dipakai untuk membangun sejumlah bangunan dan operasional Rumah Sakit Fatmawati sebagai persyaratan terhadap Depkes. Dan barang bukti itu tidak bisa diganti, kalau habis tidak bisa diganti. Ini berarti barang buktinya abal-abal," ujar Hermawi.

Kedua, lanjutnya, semua tindakan dan langkah yang dilakukan ketiga kliennya, ada basis perjanjian perdatanya. Dan ketiga, "sesuai saksi ahli dari Jember, keberadaan PPATK mutlak, jadi semua perkara pencucian uang, harus ada analisis keuangan dari PPATK. Sementara di kasus ini, tidak ada, dan arus uang tidak bisa lihat, karena mereka (penyidik dan JPU) tidak punya akses, karena yang punya akses ini PPATK," paparnya.

Atas putusan ini, ucap Hermawi Taslim, maka urusan dengan Departemen kesehatan sudah selesai dan Yayasan Fatmawati tinggal menunggu surat pelepasan aset yang dikeluarkan Departemen Keuangan. "Surat pelepasan aset dari Depkeu diberikan kepada Depkes, kemudian dari Depkes diberikan kepada PT GNU. Atas dasar surat itu, PT GNU akan melunasi pembelian itu (tanah) apabila ada surat pelepasa aset dari Depkes," ujarnya.

Akibat dari putusan ini, lanjutnya, hubungan perdata PT GNU dengan Yayasan Fatmawati terus berlangsung. GNU akan melunasi semua kewajibannya, yakni membayar sejumlah uang yang belum dilunasi karena adanya syarat perjanjian yang menyebutkan, uang tersebut baru dibayarkan ke Yayasan Fatmawati jika Yayasan Fatmawati sudah menyerahkan surat pelepasan asetnya.

Terdakwa Kasus Sengketa Tanah Yayasan Fatmawati Divonis Bebas

JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus bebas para terdakwa kasus sengkarut penjualan tanah Yayasan Fatmawati, yakni Raden Mas Johanes Sarwono, Stefabus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin. Dalam sidang yang dipimpin oleh hakim Muhammad Asikin itu mereka dibebaskan dari semua tuduhan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Menyatakan terdakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefabus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU), akan tetapi perbuatan itu bukan perbuatan tindak pidana," kata kata hakim Muhammad Asikin, Senin (10/6/2013).

Mereka lanjut hakim, tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang dituduhkan JPU. Sehingga majelis hakim membebaskan ketiganya dari segala tuntutan.

"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan agar barang bukti bahwa yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara Toto Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Jakpus atas nama Yayasan Fatmawati, dikembalikan ke Yayasan Fatmawati," tegas hakim.

Hakim Muhammad Asikin kemudian bertanya kepada jaksa mengenai tanggapan JPU selanjutnya. "Kami pikir-pikir yang mulia," kata JPU Mustofa yang menuntut para terdakwa tujuh tahun penjara.

Sementara itu, kuasa hukum ketiga terdakwa yang Hermawi F Taslim menyambut baik vonis bebas terhadap ketiga kliennya. Menurutnya, terdapat tiga poin yang menjadi fokus kuasa hukum yakni pertama bukti uang sebesar Rp20 miliar yang diajukan JPU yang disita dari rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada, Jakarta, adalah keliru.

"Karena, PT GNU setor ke Yayasan Fatmawati di CIMB Niaga cabang Faletehan dan sudah habis dipakai untuk membangun sejumlah bangunan dan operasional Rumah Sakit Fatmawati sebagai persyaratan terhadap Depkes. Dan barang bukti itu tidak bisa diganti, kalau habis tidak bisa diganti. Ini berarti barang buktinya abal-abal," papar Hermawi.

Kemudian poin kedua kata dia, segala tindakan maupun langkah yang dilakukan ketiga kliennya, ada basis perjanjian perdatanya. Adapun poin ketiga, sesuai saksi ahli dari Jember, keberadaan PPATK mutlak, sehingga semua perkara pencucian uang, harus ada analisis keuangan dari PPATK.

"Sementara di kasus ini, tidak ada, dan arus uang tidak bisa lihat, karena mereka (penyidik dan JPU) tidak punya akses, karena yang punya akses ini PPATK," ungkap Hermawi.

Dengan demikian, lanjut dia, hubungan perdata PT GNU dengan Yayasan Fatmawati terus berlangsung. GNU akan melunasi semua kewajibannya membayar sejumlah uang yang belum dilunasi karena adanya syarat perjanjian yang menyebutkan, uang tersebut baru dibayarkan ke Yayasan Fatmawati jika Yayasan Fatmawati sudah menyerahkan surat pelepasan asetnya.

"Jadi, alasan mereka (Fatmawati) bahwa PT GNU oneprestasi dan Yayasan Fatawati menjalin kerjasama dengan Mega Elas, itu keliru. Karena bayar sesuai waktunya itu, bila surat pelepasan aset sudah ada. Akibat lain, semua hubungan hukum dengan pihak lain, sepanjang menyangkut tanah, itu batal demi hukum. Jadi, Yayasan Fatmawati perjnajian dengan Mega Elsa itu selesaikan saja berdua," bebernya.

Sekadar diketahui, dalam kasus sengketa tanah Yayasan Fatmawati ini, para terdakwa didakwa telah melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a, b dan c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Yohanes juga didawa Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana telah diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Barang bukti berupa uang sebesar Rp20 miliar dari rekening Yayasan Fatmawati juga telah disita. (ydh)

Tiga Terdakwa Penjualan Tanah Yayasan Fatmawati Divonis Bebas

Jakarta - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang diketuai Muhammad Asikin membebaskan terdakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja dan Umar Muchsin dari semua tuduhan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus sengkarut penjualan tanah Yayasan Fatmawati.
 
"Menyatakan terdakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan JPU, akan tetapi perbuatan itu bukan perbuatan tindak pidana," kata Muhammad Asikin saat membacakan amar putusan yang diputus hakim ketua Bagus Irawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (10/6).

Karena ketiganya tidak terbukti melakukan yang dituduhkan JPU, maka mejelis hakim menyatakan ketiga terdakwa lepas dari segala tuntutan JPU dan memerintahkan JPU memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya.

"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan agar barang bukti bahwa yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara Toto Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Jakpus atas nama Yayasan Fatmawati, dikembalikan ke Yayasan Fatmawati," tandasnya.

Muhammad Asikin yang menggantikan Bagus Irawan tersebut langsung menanyakan sikap JPU atas putusan bebas ketiga terdakwa. Keputusannya, JPU akan pikir-pikir. "Kami pikir-pikir yang mulia," jawab JPU Mustofa yang sebelumnya menuntut ketiga terdakwa masing-masing tujuh tahun penjara.
Hermawi F Taslim, kuasa hukum ketiga terdakwa langsung menerima vonis bebas terhadap ketiga kliennya itu. "Tidak ada tanggapan, kami menerima yang mulia," ucap Hermawi. 

Usai persidangan kuasa hukum menjelaskan, dari vonis bebas majelis hakim tersebut, ada tiga poin yang menjadi fokus kuasa hukum. Yakni salah satunya bukti uang sebesar Rp 20miliar yang diajukan JPU yang disita dari rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada, Jakarta, tidak benar adanya. Atas putusan tersebut, maka urusan dengan Departemen kesehatan sudah selesai dan Yayasan Fatmawati tinggal menunggu surat pelepasan aset yang dikeluarkan Departemen Keuangan.

"Surat pelepasan aset dari Depkeu diberikan kepada Depkes, kemudian dari Depkes diberikan kepada PT GNU. Atas dasar surat itu, PT GNU akan melunasi pembelian itu (tanah) apabila ada surat pelepasa aset dari Depkes," ujar Hermawi. Akibat dari putusan ini, lanjutnya, hubungan perdata PT GNU dengan Yayasan Fatmawati terus berlangsung. GNU akan melunasi semua kewajibannya, yakni membayar sejumlah uang yang belum dilunasi karena adanya syarat perjanjian yang menyebutkan, uang tersebut baru dibayarkan ke Yayasan Fatmawati jika Yayasan Fatmawati sudah menyerahkan surat pelepasan asetnya.

Dalam kasus sengkarut tanah Yayasan Fatmawati, JPU mendakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin telah melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a, b dan c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, Johanes juga didakwa Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana telah diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Atas dakwaan tersebut kuasa hukum menilai, dakwaan tidak cermat, sehingga sangat yakin kliennya dibebaskan dari semua tuntutan. Pasalnya, selain dakwaan jaksa dinilai lemah dan tanpa pokok perkara yang jelas, barang bukti yang disita, yakni uang sebesar Rp 20 miliar dari rekening Yayasan Fatmawati, diduga merupakan bukti yang telah direkayasa, alias bukti palsu.