Jakarta, GATRAnews - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
membebaskan Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan
Umar Muchsin, dari semua dakwaan jaksa penuntut umum dalam kasus
sengketa penjualan tanah Yayasan Fatmawati.
"Menyatakan terdakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefabus Farok
Nurtjahja, dan Umar Muchsin tidak terbukti melakukan perbuatan
sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU). Akan tetapi
perbuatan itu bukan perbuatan tindak pidana," kata Kepala PN Jakpus
Muhammad Asikin, dalam amar putusan yang diputus hakim ketua Bagus
Irawan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (10/6).
Karena ketiganya tidak terbukti melakukan yang dituduhkan JPU, ucap
Asikin, maka majelis hakim menyatakan ketiga terdakwa lepas dari segala
tuntutan JPU dan memerintahkan JPU memulihkan hak terdakwa dalam
kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya.
"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan
agar barang bukti bahwa yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara
Toto Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Jakpus atas nama Yayasan
Fatmawati, dikembalikan ke Yayasan Fatmawati," tandasnya.
Muhammad Asikin yang menggantikan Bagus Irawan tersebut langsung
menanyakan sikap JPU atas putusan bebas ketiga terdaka itu. "Kami
pikir-pikir yang mulia," jawa JPU Mustofa yang menuntut ketiga terdakwa
masing-masing 7 tahun penjara.
Sedangkan kuasa hukum ketiga terdakwa yang dikomandani Hermawi F
Taslim, langsung menerima vonis bebas terhadap ketiga kliennya itu.
"Tidak ada tanggapan, kami menerima yang mulia," jawab Hermawi Taslim.
Usai persidangan Hermawi Taslim menjelaskan, dari vonis bebas majelis
hakim tersebut, ada tiga poin yang menjadi fokus kuasa hukum, pertama;
terutama bukti uang sebesar Rp 20 miliar yang diajukan JPU yang diista
dari rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada,
Jakarta, jelas tidak benar.
"Karena, PT GNU setor ke Yayasan Fatmawati di CIMB Niaga Cabang
Paletehan dan sudah habis dipakai untuk membangun sejumlah bangunan dan
operasional Rumah Sakit Fatmawati sebagai persyaratan terhadap Depkes.
Dan barang bukti itu tidak bisa diganti, kalau habis tidak bisa diganti.
Ini berarti barang buktinya abal-abal," tandas Hermawi Taslim.
Kedua, lanjut dia, semua tindakan dan langkah yang dilakukan ketiga
kliennya, ada basis perjanjian perdatanya. "Dan ketiga, sesuai saksi
ahli dari Jember, keberadaan PPATK mutlak, jadi semua perkara pencucian
uang, harus ada analisis keuangan dari PPATK. Sementara di kasus ini,
tidak ada, dan arus uang tidak bisa lihat, karena mereka (penyidik dan
JPU) tidak punya akses, karena yang punya akses ini PPATK," paparnya.
Atas putusan ini, ucap Hermawi Taslim, maka urusan dengan Departemen
kesehatan sudah selesai dan Yayasan Fatmawati tinggal menunggu surat
pelepasan aset yang dikeluarkan Departemen Keuangan.
"Surat pelepasan aset dari Depkeu diberikan kepada Depkes, kemudian
dari Depkes diberikan kepada PT GNU. Atas dasar surat itu, PT GNU akan
melunasi pembelian itu (tanah) apabila ada surat pelepasa aset dari
Depkes," ujarnya.
Akibat dari putusan ini, lanjutnya, hubungan perdata PT GNU dengan
Yayasan Fatmawati terus berlangsung. GNU akan melunasi semua
kewajibannya, yakni membayar sejumlah uang yang belum dilunasi karena
adanya syarat perjanjian yang menyebutkan, uang tersebut baru dibayarkan
ke Yayasan Fatmawati jika Yayasan Fatmawati sudah menyerahkan surat
pelepasan asetnya.
"Jadi, alasan mereka (Fatmawati), bahwa PT GNU oneprestasi dan
Yayasan Fatawati menjalin kerjasama dengan Mega Elas, itu keliru. Karena
bayar sesuai waktunya itu, bila surat pelepasan aset sudah ada. Akibat
lain, semua hubungan hukum dengan pihak lain, sepenjang menyangkut
tanah, itu batal demi hukum. Jadi Yayasan Fatmawati perjajian dengan
Mega Elsa itu selesaikan saja berdua," bebernya.
Selain karena bukti abal-abal, tandas Hermawi Taslim, 5 saksi dalam
perkara ini mencabut BAP polisi, karena mereka disodori pemeriksaan
BAP-nya saat diperiksa untuk Toto Kuncoro. "Kalau Toto dihukum, karena
Toto pinjam dari Robet Tantular, ada dana Antaboga-nya, dia (Toto) patut
mengetahui, karena pinjam dari Robet Tantular dan perjanjiannya di
bawah tangan," tandasnya.
Sedangkan Raden Mas Johanes Sarwono, Stefabus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin
yang menjadi pihak kuasa Yayasan Fatmawati untuk mencarikan investasi
dan menjual tanah, tidak pernah mengenal Robet Tantular. Selain itu,
Toto Kuncoro juga tidak perrnah memperkenalkan Robet Tantular kepada
ketiganya.
"Toto juga tidak beritahu uang ini dari Robet Tantular. Jadi, unsur
patut mengetahuinya tidak ada sama sekali, tidak kena," pungkasnya.
Perlu diketahui, dalam kasus sengkarut tanah Yayasan Fatmawati ini,
jaksa penuntut umum mendakwa Yohanes Sarwono, Stefanus Farok, dan Umar
Muchsin telah melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a, b dan c UU Nomor 15
Tahun 2002, sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, jo
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Yohanes juga didawa Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15
Tahun 2002, sebagaimana telah diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH
Pidana.
Atas dakwaan tersebut Hermawi Taslim menilai, dakwaan tersebut tidak
cermat, sehingga ia yakin kliennya dibebaskan dari semua tuntutan.
Pasalnya, selain dakwaan jaksa dinilai lemah dan tanpa pokok perkara
yang jelas, barang bukti yang disita, yakni uang sebesar Rp 20 miliar
dari rekening Yayasan Fatmawati, diduga merupakan bukti yang telah
direkayasa, alias bukti palsu.
Menurutnya, tudingan itu dilontarkan, karena menurut keterangan
beberapa orang saksi saat diperiksa penyidik Polri, dana sebesar itu
telah habis dibelanjakan Yayasan Fatmawati. "Di antaranya, berdasarkan
keterangan mantan Sekretaris Yayasan Fatmawati, Mutia Prihatini. Dia
menyebutkan, dana tersebut sudah habis dibelanjakan Yayasan Fatmawati.
Jadi bagaimana bisa menyita uang yang sudah habis dibelanjakan?"
pungkasnya. (IS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar