Senin, 28 Januari 2013

Eksekusi Lapangan Golf Fatmawati Digelar Hari Ini

ilustrasiJAKARTA - Ketua Pengadian Negeri Jakarta Selatan kembali melanjutkan eksekusi penyerahan sertifikat tanah Nomor 82 yang merupakan Lapangan Golf Fatmawati seluas 22,8 hektare atas nama Departemen Kesehatan (Depkes) kepada Yayasan Fatmawati.

Seyogyanya eksekusi dilaksanakan pada Jumat 25 Januari 2013. Namun tertunda akibat adanya perlawanan dari PT.Graha Nusa Utama (PT.GNU) dan Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kementerian Kesehatan.

Eksekusi sendiri seharusnya dibarengi dengan penyerahan 5 sertifikat hak pakai tanah seluas 13.524 m2 di daerah Ciputat, yang saat ini dikuasai oleh PT.GNU. Pasalnya, Yayasan Fatmawati telah menjual tanah sertifikat Nomor 82  kepada PT GNU dengan menjaminkan 5 sertifikat itu. 

Masalah kemudian timbul ketika Yayasan Fatmawati diam-diam menjual kembali sertifikat Nomor 82 itu kepada PT Meka Elsa. Padahal PT GNU sebagai pembeli legal, telah melakukan pembayaran tunai Rp65 miliar kepada pihak Yayasan Fatmawati.

Misrad, kuasa hukum PT. GNU menilai, Ketua PN Jaksel tidak punya dasar hukum menyerahkan sertifikat itu ke Yayasan Fatmawati. Sebab, selama Yayasan Fatmawati dan Depkes belum menyelesaikan kewajiban masing-masing, maka Sertifikat Nomor 82 itu harus tetap berada di tangan PN Jaksel. “Apa dasar Ketua PN Jaksel menyerahkan sertifkat itu ke YF,” katanya di PN Jaksel, Senin (28/01/2013).

Misrad menduga, ada kecurangan yang dilakukan oknum aparat hukum di PN Jaksel untuk memuluskan upaya YF menjual tanah lapangan golf itu ke PT ME. “Tanah itu masih aset atas nama negara (Depkes), mengapa mau diserahkan,” katanya.

Jumat kemarin (25/01), sesaat sebelum eksekusi dimulai, JPN langsung mendaftarkan gugatan penolakan terhadap eksekusi penyerahan sertifikat itu. Nomor gugatannya 860. Selain itu, pihak Depkes juga berencana akan meminta kembali Sertifikat Nomor 82 itu dari tangan Ketua PN Jaksel.

Eksekusi ini berawal dari adanya sengketa antara Yayasan Fatmawati dengan Depkes. Yayasan Fatmawati memenangkan gugatannya sampai ke tingkat Kasasi MA dengan menghukum Depkes membayar Rp75 miliar. Keduanya akhirnya berdamai dengan opsi, Depkes hanya mampu membayar Rp20 miliar.

Sisanya Rp50 miliar, Depkes memberikan Sertifikat Tanah Nomor 82 kepada Yayasan Fatmawati. Namun Yayasan Fatmawati berkewajiban membangun sejumlah fasilitas rumah sakit Fatmawati.  Karena tidak punya uang membangun sejumlah fasilitas rumah sakit itu, Yayasan Fatmawati akhirnya menjual tanah Sertifikat Nomor 82 itu ke PT.GNU dan mewajibkan PT.GNU membangun sejumlah fasilitas rumah sakit Fatmawati.

Sumber : http://news.okezone.com/read/2013/01/28/339/752556/redirect

Eksekusi Tanpa Dasar Hukum, Ketua PN Jaksel Dinilai Arogan


Logo Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (ilustrasi). (foto: berita99.com)Kehadiran Sui Teng di PN Jaksel pada Jumat (25/1) lalu patut dipertanyakan.
JAKARTA, Jaringnews.com - Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dinilai mencoba memaksakan eksekusi penyerahan tanah yang tercantum dalam Sertifikat Hak Pakai No. 82/Cilandak Barat, atas nama Departemen Kesehatan (Depkes) kepada Yayasan Fatmawati, Jumat (25/1) lalu. Padahal, penyerahan itu seharusnya dibarengi dengan penyerahan lima sertifikat Hak Pakai atas sebidang tanah seluas 13.524 m2 di daerah Ciputat, Tangerang, yang seyogyanya menjadi kewajiban Yayasan Fatmawati kepada Depkes.

Sekedar catatan, eksekusi ini merupakan muara dari sengketa Yayasan Fatmawati dengan Depkes di tahun 1999, di atas lahan berdirinya Rumah Sakit Fatmawati saat ini.  Yayasan Fatmawati akhirnya memenangkan gugatannya ke Depkes sampai ke tingkat kasasi Mahkamah Agung, yang menghukum Depkes membayar ganti rugi sebesar Rp 75 miliar kepada yayasan.

Keduanya pihak akhirnya memilih berdamai, yang dituangkan dalam akta perdamaian Nomor 3 Tanggal 13 Desember Tahun 2000, dibuat di hadapan Felix FX Hardojo, notaris di Jakarta. Perdamaian itu mensyaratkan empat hal. Pertama, Depkes membayar tunai Rp 25 miliar. Kedua, sisanya Rp 50 miliar dikompensasi dengan tanah seluas 22,8 hektar yang merupakan bagian dari tanah sertifikat No. 82/Cilandak Barat. Ketiga,  Yayasan Fatmawati berkewajiban membangun infrastruktur rumah sakit semisal asrama perawat, kamar mayat, rumah karyawan dan membangun jalan di lingkungan rumah sakit. Keempat, hak atas tanah dalam sertifikat Nomor 82 seluas 22,8 hektar yang saat ini menjadi Lapangan Golf Fatmawati, akan diberikan kepada Yayasan Fatmawati apabila sudah memenuhi kewajibannya membangun infrastruktur rumah sakit tersebut.

Karena tidak cukup dana untuk membangun infrastruktur rumah sakit, Yayasan Fatmawati pun bernisiatif menjual tanah seluas 22,8 hektar itu Kepada PT Graha Nusa Utama (PT GNU). Selain telah membayar Rp 65 miliar kepada Yayasan Fatmawati, PT GNU juga berkewajiban membangun infrastuktur rumah sakit, sebagaimana yang tertuang dalam akta perdamaian Nomor 3 Tahun 2000 itu.

Masalah kemudian timbul ketika Yayasan Fatmawati menjual kembali tanah seluas 22,8 hektar itu kepada PT Meka Elsa (PT ME). Padahal PT GNU telah melakukan pembayaran tunai Rp 65 miliar kepada pihak Yayasan Fatmawati.

“Jelas, bahwa PT ME dalam hal ini adalah pembeli ilegal,” kata Misrad, anggota kuasa hukum PT GNU, di Jakarta, Minggu (27/1).

Misrad menduga, PT ME lah pihak yang mendorong Ketua PN Jaksel untuk merampas tanah negara yang seharusnya menjadi hak PT GNU. Selain arogan, sambung Misrad, Ketua PN Jaksel juga sudah melampaui kewenangannya dengan ngotot melakukan eksekusi penyerahan sertifikat kepada Yayasan Fatmawati.

Tak cukup sampai di situ, Misrad mengungkapkan bahwa ada dua surat Kejaksaan Agung tertanggal 3 dan 9 Januari 2012 sebagai pengacara negara atas nama Depkes kepada Ketua PN Jaksel. Isi surat itu menyebutkan, Jaksa Pengacara Negara (JPN) melarang keputusan Ketua PN Jaksel untuk mengeksekusi penyerahan tanah No. 82/Cilandak barat itu kepada Yayasan Fatmawati.

"Alasannya, selain melampaui kewenangan, menurut JPN, eksekusi itu tidak ada tercantum dalam putusan perkara gugatan Yayasan Fatmawati ke Depkes di PN Jaksel dengan  Nomor 1115/Pdt.G/2008/PN.Jaksel. Kemudian, eksekusi itu juga akan merugikan negara sebagai pemegang hak tanah yang saat ini dijadikan sebagai lapangan golf di sebelah RS Fatmawati Jakarta Selatan," beber Misrad.

Nah, Jumat (25/1) lalu, hadir dalam prosesi eksekusi itu dari pihak Yayasan Fatmawati, kuasa hukum PT GNU dan pihak Depkes. Namun, Ketua PN Jaksel tak jua muncul. Novran, Ketua Panitera PN Jaksel yang tampil hadir mewakili Ketua PN Jaksel. Anehnya, Sui Teng alias Cahyadi Kumala dari PT ME terlihat hadir bersama delapan orang preman yang mengawalnya. Pria bermata sipit itu terlihat mondar-mandir di lantai dasar menunggu hasil proses eksekusi di lantai dua PN Jaksel.

Menurut Misrad, meski tidak turut hadir dalam ruangan, kehadiran Sui Teng di PN Jaksel bukanlah sebagai pihak yang diundang dalam proses eksekusi itu. Kata dia, hal ini patut dipertanyakan.

“Dia bukan sebagai pihak yang diundang, ada apa dengan kehadiran mereka?” katanya.

“Dengan kehadiran Sui Teng ini, jelas menggambarkan bahwa ada pihak-pihak tertentu yang mencoba mengintervensi pelaksanaan eksekusi ini. Kami akan tetap melakukan upaya penolakan keras atas pelaksanaan eksekusi itu," tegas Misrad.

Hari itu juga, JPN langsung mendaftarkan gugatan perlawanan terhadap keputusan Ketua PN Jaksel yang akan mengeksekusi penyerahan sertifikat itu. Pihak Depkes juga berencana akan menarik sertifikat itu dari tangan PN Jaksel.

Beruntung, setelah mendapat penolakan keras dari pihak PT GNU dan JPN, eksekusi itu akhirnya ditunda hingga Senin (28/1) hari ini.

"Ketidakhadiran Ketua PN Jaksel dalam proses eksekusi itu menandakan bahwa ada keraguan-raguan atas kekeliruannya dalam keputusan eksekusi itu. Sehingga eksekusi pun mengalami penundaan," ujar Misrad.

Sebelumnya, ungkap Misrad, justru pihaknyalah yang membuat surat permohonan ke Ketua PN Jaksel tentang status tanah seluas 22,8 hektar itu. “Lantas, mengapa Ketua PN Jaksel mau menyerahkan itu ke Yayasan Fatmawati?” tanya Misrad. "Senin ini, kami dan JPN  akan kembali melakukan penolakan keras atas eksekusi yang akan kembali digelar di PN Jaksel," tandas dia.

Sekedar catatan, Sui Teng merupakan kolega pemilik kerajaan bisnis Grup Artha Graha, Tommy Winata. Ia diketahui telah lama malang-melintang berkecimpung di usaha pembebasan tanah dan properti.

Sumber : http://jaringnews.com/keadilan/umum/32952/eksekusi-tanpa-dasar-hukum-ketua-pn-jaksel-dinilai-arogan

Sengketa Lahan RS Fatmawati Kembali Mencuat

Jurnas.com | SETELAH lama terendap, kasus sengketa lahan Rumah Sakit (RS) Fatmawati Jakarta Selatan kembali mencuat. Kali ini, upaya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang ingin mengeksekusi sertifikat lahan tersebut Jumat kemarin (25/1) menjadi sorotan.

Kuasa hukum PT Graha Nusa Utama (GNU), sebagai pembeli sebagian lahan sengketa, Misrad, menilai penyelesaian sengketa lahan ini sarat intrik kecurangan. "Jumat lalu PN Jaksel nekat ingin mengeksekusi sertifikat lahan bagian dari RS Fatmawati yang masih sengketa. Namun akhirnya tidak jadi," ujarnya di Jakarta, Minggu (27/1).

Kasus sengketa lahan RS Fatmawati dimulai sejak 1999. Saat itu, Kementerian Kesehatan sebagai institusi yang menaungi RS Fatmawati digugat Yayasan Fatmawati. "Yayasan Fatmawati merasa sebagai pemilik lahan RS Fatmawati. Maka mereka menggugat Kemenkes," tutur Misrad.

Hasilnya, setelah melalui sejumlah proses hukum, Yayasan Fatmawati memenangkan gugatannya. Mahkamah Agung memerintahkan Kemenkes membayar lahan tersebut senilai Rp75 milliar.

Patuh pada hukum, Kemenkes pun memenuhi putusan MA tersebut dengan tiga opsi perdamaian. Pertama, dibayar di awal Rp25 milliar. Kedua, sisanya dibayar dengan menyerahkan 22,8 ha lahan berupa lapangan golf yang posisinya di samping RS Fatmawati. Ketiga, penyerahan lapangan golf dilakukan setelah Yayasan Fatmawati membangun sejumlah fasilitas di komplek tempat RS Fatmawati berdiri sekarang.

Karena tidak punya uang membangun fasilitas RS Fatmawati, Yayasan Fatmawati pun menjual lahan golf tersebut ke PT GNU senilai Rp65 milliar. Penjualan dengan catatan PT GNU berkewajiban membangun fasilitas RS Fatmawati.

Namun tak dinyana penjualan lapangan golf tersebut malah menimbulkan konflik baru.

Muhammad Nasihan, yang juga bertindak sebagai kuasa hukum PT GNU mengutarakan Yayasan Fatmawati bertindak curang. Yakni dengan diam-diam kembali menjual lapangan golf tersebut ke PT Meka Elsa. Nah, karena penjualan ini pula PT GNU kesal. 

Nasihan mengatakan, sejak awal sengketa, sertifikat lapangan golf ada ditangan PN Jaksel. Namun diam-diam Ketua PN Jaksel ingin menyerahkan sertifikat itu ke Yayasan Fatmawati sebelum sengketa selesai. "Ini arogansi PN Jaksel yang melampaui kewenangannya," tutur Nashihan.

Setelah ditundanya eskekusi penyerehan setifikat itu, Jaksa Pengacara Negara, mewakili Kemenkes langsung mendaftarkan gugatan penolakan eksekusi ke PN Jaksel.

Sementara itu, saat sejumlah wartawan mempertanyakan kasus ini ke Panitera Sekretaris PN Jaksel, Nofran V, dia enggan berkomentar. Alasannya Ketua PN Jaksel Suhartoyo tidak hadir saat proses eksekusi Jum'at lalu. 

Eksekusi itu sendiri akhirnya tertunda karena penolakan dari Jaksa Pengacara Negara dan kuasa hukum Kemenkes. Eksekusi direncanakan dilanjutkan besok, Senin (28/1).

Sumber : http://www.jurnas.com/news/81351

Rabu, 23 Januari 2013

UPAYA NEKAT KETUA PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN UNTUK MENDUKUNG SKENARIO BUSUK MAFIA TANAH

Dari keseluruhan episode skenario busuk praktek mafia hukum yang dilakukan oleh Pihak Mafia Tanah yaitu Sui Teng alias Cahyadi Kumala, melalui korporasinya yaitu PT. Meka Elsa sebagai perusahaan yang melakukan transaksi Ilegal dengan pihak Yayasan Fatmawati melalui pembinanya yang baru yaitu Dwi Librianto melalui Akta Nomor 07 dan Nomor 08 tertanggal 26 Juli 2010 dihadapan Sri Rahayu, SH Notaris di Bekasi, dikatakan Ilegal karena antara PT. Meka Elsa dengan Yayasan Fatmawati melakukan Jual Beli Objek lahan Fatmawati seluas 22 Ha untuk kedua kalinya setelah dijual secara mutlak oleh Yayasan Fatmawati melalui pembina dan pengurus yang lama kepada PT.GNU dan PT.NUS, dengan menggunakan berbagai macam cara termasuk dengan cara memperdaya pengurus Yayasan Fatmawati yang lama yang sedang sakit stroke. Episode skenario busuk praktek mafia hukum yang dilakukan oleh Pihak Mafia Tanah tersebut sebenarnya merupakan Rekayasa dan Kriminalisasi demi kepentingan Mafia Tanah untuk memiliki lahan Golf Fatmawati seluas 22,8 Ha, dengan memakai barang bukti palsu dan merekayasa fakta hukum untuk mendukung persangkaan dugaan tindak pidana pencucian uang atas nama Tersangka PT. GNU, dan RM Johanes Sarwono, Septanus Farok, Umar Muchsin, dan sekarang membawa nama besar seorang Menteri Perdagangan yaitu Gita Wirjawan, sehingga mereka semua dipaksakan untuk “di CENTURYKAN” dan “di ROBERTTANTULARKAN”.

Berikut ini beberapa fakta hukum yang dapat menjelaskan adanya upaya persekongkolan dalam membuat skenario busuk praktek mafia hukum yang dilakukan oleh Yayasan Fatmawati bersama-sama dengan Pihak Mafia Tanah yaitu Sui Teng alias Cahyadi Kumala, melalui korporasinya yaitu PT. Meka Elsa antara lain sebagai berikut :
  • Bahwa, sesuai dengan Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 481 dan Nomor 482, tertanggal 29 April 2004, yang dibuat dihadapan Kartono, SH Notaris di Jakarta, telah dinyatakan secara tegas bahwa Yayasan Fatmawati sejak tanggal 29 April 2004 telah sepenuhnya menyerahkan kepemilikan hak atas tanah seluas ± 22,8 Ha yang tercantum dalam Sertipikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, kepada PT. Graha Nusa Utama dan PT. Nusa Utama Sentosa, baik secara yuridis maupun secara administrasi dan secara tegas telah memberikan kuasa serta wewenang penuh kepada PT. Graha Nusa Utama dan PT. Nusa Utama Sentosa untuk menerima penyerahan berupa hak atas tanah yang tercantum dalam sertipikat Hak Pakai No,82/Cilandak Barat, Seluas  ± 22,8 Ha, dari pihak manapun, baik dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia maupun dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bahwa Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 481 dan Nomor 482, tertanggal 29 April 2004, yang dibuat dihadapan Kartono, SH Notaris di Jakarta, tersebut berlaku sebagai Undang-Undang yang mengikat antara Yayasan Fatmawati dengan PT. Graha Nusa Utama dan PT. Nusa Utama Sentosa, yang hingga saat ini masih berlaku dan mengikat antara Para Pihak karena belum ada keputusan Pengadilan manapun yang memutuskan dan menyatakan batal atau tidak sahnya atas Akta-akta tersebut, dan oleh sebab itu maka antara Yayasan Fatmawati dengan PT.Graha Nusa Utama dan PT. Nusa Utama Sentosa harus tetap menghormatinya sebagai undang-undang yang mengikat bagi yang membuatnya.
  • Bahwa walaupun secara hukum berdasarkan Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 481 dan Nomor 482, tertanggal 29 April 2004, yang dibuat dihadapan Kartono, SH Notaris di Jakarta, yang menyatakan bahwa Yayasan Fatmawati terbukti sudah tidak lagi memiliki hak apa pun atas hak atas tanah yang tercantum dalam Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, atas sebidang tanah Golf Fatmawati seluas ± 22,8 Ha tersebut, karena sejak tanggal 29 April 2004 Yayasan Fatmawati telah sepenuhnya menyerahkan kepemilikan hak atas tanah tersebut kepada PT. Graha Nusa Utama dan PT. Nusa Utama Sentosa, Namun Yayasan Fatmawati diwakili oleh pembinanya yang baru yaitu Dwi Librianto tetap melakukan transaksi Ilegal dengan pihak PT.Meka Elsa melalui Akta Nomor 07 dan Nomor 08 tertanggal 26 Juli 2010 dihadapan Sri Rahayu, SH Notaris di Bekasi, dikatakan Ilegal karena antara PT. Meka Elsa dengan Yayasan Fatmawati melakukan Jual Beli Objek lahan Fatmawati seluas 22,8 Ha untuk kedua kalinya setelah dijual secara mutlak oleh Yayasan Fatmawati melalui pembina dan pengurus yang lama kepada PT. Graha Nusa Utama dan PT. Nusa Utama Sentosa. Sehingga dapat dikatakan bahwa Yayasan Fatmawati mempunyai itikad yang tidak baik karena telah bermaksud untuk mengingkari dan tidak menghormati perjanjian yang telah dibuat antara Para Pihak yang mana berlaku sebagai Undang-Undang bagi kedua belah Pihak sebagaimana yang tercantum dalam Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 481 dan Nomor 482 tersebut, dengan cara seolah-olah menyatakan bahwa Akta-Akta tersebut telah dibatalkan secara sepihak oleh Yayasan Fatmawati, dan kemudian melakukan transaksi Ilegal dengan melakukan Jual Beli Objek lahan Fatmawati seluas 22,8 Ha untuk kedua kalinya kepada PT. Meka Elsa.
  • Bahwa setelah Yayasan Fatmawati yang diwakili oleh pembinanya yang baru yaitu Dwi Librianto melakukan transaksi Ilegal dengan pihak PT.Meka Elsa melalui Akta Nomor 07 dan Nomor 08 tertanggal 26 Juli 2010 dihadapan Sri Rahayu, SH Notaris di Bekasi, tersebut mereka merancang keseluruhan dari grand design episode skenario busuk praktek mafia hukum sebagai persekongkolan yang dilakukan oleh Yayasan Fatmawati bersama sama dengan Pihak Mafia Tanah tersebut dengan merekayasa dan mengkriminalisasi dengan memakai barang bukti palsu dan merekayasa fakta hukum untuk mendukung persangkaan dugaan tindak pidana pencucian uang atas nama Tersangka PT. GNU, dan RM Johanes Sarwono, Septanus Farok, Umar Muchsin, dan sekarang membawa nama besar seorang Menteri Perdagangan yaitu Gita Wirjawan, sehingga mereka semua dipaksakan untuk “di CENTURYKAN” dan “di ROBERTTANTULARKAN”. Lalu Puncak dari keseluruhan episode skenario busuk praktek mafia hukum yang dilakukan oleh Pihak Mafia Tanah tersebut adalah setelah RM Johanes Sarwono, Septanus Farok, Umar Muchsin ditahan oleh Mabes Polri sebagai rekayasa dan kriminalisasi Aparat penegak hukum, kemudian selanjutnya Yayasan Fatmawati demi kepentingan Mafia Tanah tersebut dengan mudah dan leluasanya mengatur dan merencanakan perampokan dengan melakukan skenario penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, atas sebidang tanah seluas ± 22,8 Ha milik PT. Graha Nusa Utama dan PT. Nusa Utama Sentosa yang dititipkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang mana serah terima itu akan direncanakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 2 Januari 2013 sebagai persengkokolan dengan mendalihkan guna memenuhi kegiatan penuntasan pelaksanaan eksekusi atas perkara Nomor 1115/Pdt.G/ 2008/PN.Jkt.Sel
  • Bahwa sebenarnya sesuai dengan Amar Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 11 Juni 2009 Nomor 1115/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel, yang menyatakan sah menurut hukum Akta Perdamaian Nomor 3 tertanggal 13 Desember 2000, yang dibuat dihadapan Felix FX. Handojo, SH Notaris di Jakarta, yang merupakan tindak lanjut pelaksanaan keputusan Mahkamah Agung RI Nomor 2508 K/Pdt/1997, sehingga seluruh kesepakatan perdamaian yang tercantum dalam Akta Perdamaian tersebut adalah merupakan keputusan Hukum yang sah dan mengikat yang harus dilaksanakan dan dipenuhi oleh Departemen Kesehatan dengan Yayasan Fatmawati, baik terhadap hak dan kewajiban masing-masing pihak. Namun sampai saat ini Yayasan Fatmawati belum memenuhi salah satu kewajibannya sebagaimana yang harus dilaksanakan dan dipenuhi sesuai dengan ketentuan dalam pasal 6 huruf f Akta Perdamaian Nomor 3 tertanggal 13 Desember 2000, yang dibuat dihadapan Felix FX. Handojo, SH Notaris di Jakarta. Kewajiban yang belum dilaksanakan dan dipenuhi sampai saat ini oleh Yayasan Fatmawati tersebut antara lain adalah melakukan penyerahan 5 Sertipikat Hak Pakai atas sebidang tanah seluas 13.524 m², yang terletak di Kelurahan Sawah Baru, Ciputat, Tanggerang, yang mana kewajiban tersebut adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan serah terima penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, atas sebidang tanah Golf Fatmawati seluas ± 22,8 Ha yang saat ini sedang dititipkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan oleh Departemen Kesehatan melalui Jaksa Pengacara Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.
  • Bahwa sesuai dengan informasi yang diterima dari Kantor Pertanahan BPN Tiga Raksa, bahwa ada upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan rekayasa dan penipuan dengan melakukan permohonan penerbitan Sertipikat pengganti atas 5 Sertipikat Hak Pakai atas sebidang tanah seluas 13.524 m², yang terletak di Kelurahan Sawah Baru, Ciputat, Tanggerang kepada Kantor Pertanahan BPN Tiga Raksa, dengan alasan bahwa terhadap asli 5 Sertipikat tersebut tidak diketemukan lagi atau hilang. Namun terhadap rekayasa dan penipuan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu tersebut dalam melakukan permohonan penerbitan Sertipikat pengganti atas 5 Sertipikat Hak Pakai dengan mendalihkan bahwa asli 5 Sertipikat tersebut tidak diketemukan lagi atau hilang oleh PT.GNU dan PT.NUS telah dilakukan blokir terhadap permohonan penerbitan Sertipikat pengganti atas 5 Sertipikat Hak Pakai atas sebidang tanah tersebut, dikarenakan Asli 5 Sertipikat Hak Pakai atas sebidang tanah seluas 13.524 m², yang terletak di Kelurahan Sawah Baru, Ciputat, Tanggerang, sampai saat ini masih ada dan masih dalam penguasaan PT.GNU dan PT.NUS. Bahwa upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dalam melakukan rekayasa dan penipuan dengan mendalihkan bahwa asli 5 Sertipikat tersebut tidak diketemukan lagi atau hilang, adalah sebagai upaya perampokan yang dilakukan oleh Pihak Mafia Tanah yaitu Sui Teng alias Cahyadi Kumala untuk memiliki lahan Golf Fatmawati seluas 22,8 Ha, karena 5 Sertipikat Hak Pakai atas sebidang tanah tersebut adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat dilakukan serah terima penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, atas sebidang tanah Golf Fatmawati seluas ± 22,8 Ha, sebagaimana tercantum dalam pasal 6 huruf f Akta Perdamaian Nomor 3 tertanggal 13 Desember 2000, yang dibuat dihadapan Felix FX. Handojo, SH Notaris di Jakarta.
  • Bahwa setelah upaya yang dilakukan oleh Pihak Mafia Tanah untuk melakukan rekayasa dan penipuan dengan melakukan permohonan penerbitan Sertipikat pengganti atas 5 Sertipikat Hak Pakai atas sebidang tanah seluas 13.524 m², yang terletak di Kelurahan Sawah Baru, Ciputat, Tanggerang kepada Kantor Pertanahan BPN Tiga Raksa, dengan alasan bahwa terhadap asli 5 Sertipikat tersebut tidak diketemukan lagi atau hilang tersebut Gagal mereka lakukan, lalu kemudian Yayasan Fatmawati demi kepentingan Mafia Tanah tersebut dengan mudah dan leluasanya mengatur dan merencanakan perampokan dengan melakukan skenario penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, atas sebidang tanah seluas ± 22,8 Ha milik PT. Graha Nusa Utama dan PT. Nusa Utama Sentosa yang dititipkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang mana serah terima itu akan direncanakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 9 Januari 2013. Ketua Pengadilan Negeri dengan bermodalkan alasan untuk memenuhi kegiatan penuntasan pelaksanaan eksekusi atas perkara Nomor 1115/Pdt.G/ 2008/PN.Jkt.Sel, berniat untuk melakukan penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, atas sebidang tanah Golf Fatmawati seluas ± 22,8 Ha kepada Yayasan Fatmawati tanpa mensyaratkan terlebih dahulu Pihak Yayasan Fatmawati untuk melakukan penyerahan 5 Sertipikat Hak Pakai atas sebidang tanah seluas 13.524 m², yang terletak di Kelurahan Sawah Baru, Ciputat, Tanggerang, yang mana kewajiban tersebut adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan serah terima penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, atas sebidang tanah Golf Fatmawati seluas ± 22,8 Ha sebagaimana tercantum dalam pasal 6 huruf f Akta Perdamaian Nomor 3 tertanggal 13 Desember 2000, yang dibuat dihadapan Felix FX. Handojo, SH Notaris di Jakarta. Hal ini merupakan bukti adanya persekongkolan yang dinyakini ditenggarai oleh Para Pejabat Penegak Hukum yg menyelewengkan kewenangannya yaitu antara lain sekjen depkes dan Ketua PN Selatan dengan Pihak Yayasan Fatmawati, yang mana hal tersebut merupakan perbuatan persekongkolan dalam rangka melakukan perampokan yang dilakukan oleh Pihak Mafia Tanah Sui Teng alias Cahyadi Kumala untuk memiliki lahan Golf Fatmawati seluas 22,8 Ha.
  • Bahwa terkait dengan adanya rencana kegiatan penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, milik PT. Graha Nusa Utama dan PT. Nusa Utama Sentosa, yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Selatan pada tanggal 9 Januari 2013 tersebut, yang merupakan perbuatan persekongkolan untuk melakukan perampokan yang dilakukan oleh Pihak Mafia Tanah yaitu Sui Teng alias Cahyadi Kumala untuk memiliki lahan Golf Fatmawati seluas 22,8 Ha, maka Jaksa Pengacara Negara bersama sama dengan perwakilan dari Departemen Kesehatan telah menyampaikan keberatan dan penolakannya atas rencana kegiatan penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, milik PT. Graha Nusa Utama dan PT. Nusa Utama Sentosa tersebut, dengan menyampaikan surat keberatannya dan melakukan aksi walk out dari ruangan panitera PN Jak Sel, dan didalam suratnya Jaksa Pengacara Negara tertanggal 9 Januari 2013 tersebut yang ditujukan kepada Ketua PN Jaksel, menyampaikan hal-hal sebagai berikut :
    • Bahwa apabila ketua PN jaksel berkeinginan menyerahkan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, sebagai penyempurnaan eksekusi putusan perkara Nomor 1115/Pdt.G/ 2008/PN.Jkt.Sel, maka seharusnya ketua PN jaksel juga memanggil pihak PT. Graha Nusa Utama dan PT. Nusa Utama Sentosa.
    • Bahwa sebelum dilaksanakannya penyerahan 5 buah Sertipikat Hak Pakai atas sebidang tanah seluas 13.524 m², yang terletak di Kelurahan Sawah Baru, Ciputat, Tanggerang, sebagai kompensasi dari penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, maka menteri kesehatan RI melalui kuasanya yaitu Jaksa Pengacara Negara belum dapat menyerahkan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat.
    • Bahwa apabila ketua PN jaksel tetap bersikeras untuk menyerahkan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat kepada Yayasan Fatmawati ataupun kuasanya, maka Jaksa Pengacara Negara berpendapat bahwa ketua PN jaksel telah melakukan tindakan yang melampaui kewenangannya.
    • Bahwa Jaksa Pengacara Negara selaku kuasa hokum dari Departemen Kesehatan, memohon kepada ketua PN jaksel untuk menyatakan menolak permohonan penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat kepada Yayasan Fatmawati atau kuasanya.
    Keberatan yang disampaikan oleh Jaksa Pengacara Negara tersebut lebih kepada menjaga jangan sampai terjadinya indikasi kerugian pada Negara sebagai akibat diserahkannya Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat kepada Yayasan Fatmawati atau kuasanya, tanpa menerima penyerahan 5 buah Sertipikat Hak Pakai atas sebidang tanah seluas 13.524 m², sebagai hak dari Departemen Kesehatan yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melakukan serah terima penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, atas sebidang tanah Golf Fatmawati seluas ± 22,8 Ha sebagaimana tercantum dalam pasal 6 huruf f Akta Perdamaian Nomor 3 tertanggal 13 Desember 2000, yang dibuat dihadapan Felix FX. Handojo, SH Notaris di Jakarta
  • Bahwa setelah gagalnya rencana penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, milik PT. Graha Nusa Utama dan PT. Nusa Utama Sentosa, yang telah dilakukan oleh Pengadilan Negeri Selatan yang akan dilakukan pada tanggal 9 Januari 2013 tersebut, yang merupakan perbuatan persekongkolan untuk melakukan perampokan yang dilakukan oleh Pihak Mafia Tanah yaitu Sui Teng alias Cahyadi Kumala untuk memiliki lahan Golf Fatmawati seluas 22,8 Ha, Namun Ketua PN Jaksel tetap berinisiatif dan nekat melakukan penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, yang rencananya akan dilakukan pada tanggal 25 Januari 2013 Jam 15.00, anehnya penyerahan tersebut sengaja dipaksakan dilakukan pada saat hari kejepit nasional karena hari Kamis tanggal 24 Januari adalah hari Libur Nasional. Bersama ini kami mohon kiranya bagi pihak pihak pemerhati hukum dan penegak kebenaran dan keadilan, agar dapat memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak kami serta dapat melakukan pengawasaan dalam rangka menegakkan kebenaran dan keadilan, sehingga Sertipikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat tersebut, yang telah sah secara hukum menjadi milik PT. Graha Nusa Utama dan PT. Nusa Utama Sentosa berdasarkan Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah No.481 dan No.482 tersebut, AGAR TIDAK DISERAHKAN kepada pihak lain manapun terutama kepada pihak Yayasan Fatmawati yang akan merampok secara paksa sertipikat Hak Pakai No,82/Cilandak Barat, walaupun secara hukum terbukti sudah tidak memiliki hak apa pun atas hak atas tanah yang tercantum dalam sertipikat Hak Pakai No,82/Cilandak Barat, Seluas ± 22,8 Ha tersebut.
Keseluruhan episode dari skenario busuk yang merupakan praktek mafia hukum ini ditenggarai oleh pihak pihak yang menyelewengkan kewenangannya mulai dari  oknum-oknum pejabat Bareskrim Mabes Polri dan sekarang menjalar kekalangan elite DPR RI, dan justru sekarang merambat ke pejabat pengadilan negeri dan sekjen depkes, yang mana hal tersebut dilakukan guna kepentingan Pihak Mafia Tanah yaitu Sui Teng alias Cahyadi Kumala, melalui korporasinya yaitu PT. Meka Elsa sebagai perusahaan yang melakukan transaksi Ilegal dengan pihak Yayasan Fatmawati melalui pembinanya yang baru yaitu Dwi Librianto. PT. Meka Elsa diduga menjadi otak dan dalang yang mendorong dan membiayai terjadinya Skenario praktek mafia hukum yang dilakukan oleh oknum-oknum pejabat Bareskrim Mabes Polri dan sekarang menjalar kekalangan elite DPR RI, dan justru sekarang merambat ke pejabat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mana hal tersebut sebenarnya merupakan Rekayasa dan Kriminalisasi demi kepentingan Mafia Tanah untuk memiliki lahan Golf Fatmawati seluas 22 Ha, dengan memakai barang bukti palsu dan merekayasa fakta hukum untuk mendukung persangkaan dugaan tindak pidana pencucian uang atas nama Tersangka PT. GNU, dan RM Johanes Sarwono, Septanus Farok, Umar Muchsin, dan sekarang membawa nama besar seorang Menteri Perdagangan yaitu Gita Wirjawan, sehingga mereka semua dipaksakan untuk “di CENTURYKAN” dan “di ROBERTTANTULARKAN”. Dan setelah itu melakukan rencana perampokan dengan melakukan skenario penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, atas sebidang tanah seluas ± 22,8 Ha milik PT. Graha Nusa Utama dan PT. Nusa Utama Sentosa yang dititipkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang mana hal tersebut merupakan persekongkolan dalam rangka melakukan perampokan yang dilakukan oleh Pihak Mafia Tanah Sui Teng alias Cahyadi Kumala untuk memiliki lahan Golf Fatmawati seluas 22,8 Ha.

UPAYA REKAYASA MAFIA TANAH UNTUK MEREBUT 5 SERTIFIKAT KAMPUNG SAWAH

Bahwa sesuai dengan informasi yang diterima dari Kantor Pertanahan BPN Tiga Raksa, bahwa ada upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan rekayasa dan penipuan dengan melakukan permohonan penerbitan Sertipikat pengganti atas 5 Sertipikat Hak Pakai atas sebidang tanah seluas 13.524 m², yang terletak di Kelurahan Sawah Baru, Ciputat, Tanggerang kepada Kantor Pertanahan BPN Tiga Raksa, dengan alasan bahwa terhadap asli 5 Sertipikat tersebut tidak diketemukan lagi atau hilang. Namun terhadap rekayasa dan penipuan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu tersebut dalam melakukan permohonan penerbitan Sertipikat pengganti atas 5 Sertipikat Hak Pakai dengan mendalihkan bahwa asli 5 Sertipikat tersebut tidak diketemukan lagi atau hilang oleh PT.GNU dan PT.NUS telah dilakukan blokir terhadap permohonan penerbitan Sertipikat pengganti atas 5 Sertipikat Hak Pakai atas sebidang tanah tersebut, dikarenakan Asli 5 Sertipikat Hak Pakai atas sebidang tanah seluas 13.524 m², yang terletak di Kelurahan Sawah Baru, Ciputat, Tanggerang, sampai saat ini masih ada dan masih dalam penguasaan PT.GNU dan PT.NUS. Bahwa upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dalam melakukan rekayasa dan penipuan dengan mendalihkan bahwa asli 5 Sertipikat tersebut tidak diketemukan lagi atau hilang, adalah sebagai upaya perampokan yang dilakukan oleh Pihak Mafia Tanah yaitu Sui Teng alias Cahyadi Kumala untuk memiliki lahan Golf Fatmawati seluas 22,8 Ha, karena 5 Sertipikat Hak Pakai atas sebidang tanah tersebut adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat dilakukan serah terima penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, atas sebidang tanah Golf Fatmawati seluas ± 22,8 Ha, sebagaimana tercantum dalam pasal 6 huruf f Akta Perdamaian Nomor 3 tertanggal 13 Desember 2000, yang dibuat dihadapan Felix FX. Handojo, SH Notaris di Jakarta.


SUMBER : http://www.rakyatmerdeka.co.id/e-paper/view.php?cekhal=8&ctgl=12&cbln=12&cth=2012

Rabu, 09 Januari 2013

Isu Century dimainkan Sui Teng untuk merebut lahan Fatmawati dari Gita Wirjawan


Cahyadi Kumala alias Sui Teng, yang dikenal sebagai mafia tanah, turut terlibat dalam polemik ini untuk tujuan memperebutkan tanah yang berlokasi sangat strategis di wilayah Jakarta Selatan itu. Sui Teng di-back-up oleh pengusaha terkenal pemilik kerajaan bisnis Grup Artha Graha, Tommy Winata. Sui Teng berniat mengambil alih tanah tersebut dari kepemilikan sah Ancora Land.

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan angkat bicara terkait dugaan keterlibatan dirinya dalam kasus dana talangan Bank Century, seperti yang dicetuskan anggota Timwas Century dari Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo.

Sebelumnya, Bamsoet–sapaan Bambang dengan hanya bermodalkan data alakadarnya, yakni perkara keperdataan antara PT Graha Nusa Utama (GNU)  dengan Yayasan Fatmawati yang kini sedang ditangani kepolisian, menuding Gita menerima dana aliran Bank Century.
Gita Wirjawan menambahkan, perusahaan afiliasi Ancora tidak menerima dana apapun yang berkaitan dengan Bank Century. “Justru afiliasi Ancora mengeluarkan dana untuk pengambilalihan saham tersebut,” tambah dia.

Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri) membantah adanya temuan penyidik Bareskrim Polri mengenai dana talangan Bank Century yang mengalir ke Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. Hal ini ditegaskan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar di Jakarta, Kamis (13/12). “Tidak ada fakta hukum seperti itu,” ucap dia.

Dan diketahui pula, Sui Teng alias Cahyadi Kumala berminat untuk mengambil aset seksi nan strategis Yayasan Fatmawati yang telah dijual ke PT GNU ini. Salah satu caranya yakni dengan memposisikan PT GNU sebagai pihak yang menerima dana Bank Century. Sekedar catatan, Sui Teng merupakan kolega pemilik kerajaan bisnis Grup Artha Graha, Tommy Winata. Sui Teng diketahui telah lama malang-melintang berkecimpung di usaha pembebasan tanah dan properti.

Hal ini juga ditegaskan Mohammad Nashihan, pengacara dua tersangka kasus GNU, beberapa waktu lalu. Nashihan mengatakan, “Perlu diindikasi bahwa ada TW (Tommy Winata) dan ST(Sui Teng) yang berminat untuk mengambil aset Fatmawati yang sudah dijual ke GNU yang diposisikan sebagai pihak yang menerima dana dari Bank Century. Padahal transaksi tersebut terjadi tahun 2003, jauh sebelum (kasus) Bank Century terjadi. Ancora yang membeli saham di GNU bagaimana bisa menerima apa-apa dari Century?”

Berdasarkan informasi  berharga  dari fakta persidangan itu, telah dilakukan  investigasi  lebih mendalam, dan berhasil menemukan alat bukti surat yang menunjukan PT. MEKAELSA yang berkait dengan Group TW dan Sui Teng telah menggelontorkan uang ke rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Jakarta Pusatnomor rekening 003-01.51818.00.0.- , sebagai berikut: pada tanggal 26 Juli 2010 sebesar Rp. 2 milyar (dua milyar rupiah)  CEK Bank Capital No GA 076033, tanggal 1 Nopember 2010 sebesar Rp. 4 milyar (empat milyar rupiah) CEK Bank Niaga No AAD 621584, dan 2 Desember 2010 sebesar Rp. 10 milyar (sepuluh milyar rupiah) CEK Bank Mayapada Np MY 4. 311926. Fakta itu didukung oleh LAPORAN TRANSAKSI (Account Statement) rekening  Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Jakarta Pusat dengan Nomor Rekening: 003.01.51818.00.0 periode Tahun  2010.


Sabtu, 05 Januari 2013

KESELURUHAN EPISODE DARI SKENARIO BUSUK [Part 1]

KESELURUHAN EPISODE DARI SKENARIO BUSUK PRAKTEK MAFIA HUKUM
YANG MERUPAKAN REKAYASA DAN KRIMINALISASI
DEMI KEPENTINGAN MAFIA TANAH UNTUK MEMILIKI LAHAN GOLF FATMAWATI
PART 1

Riwayat Singkat Sengketa Yayasan Fatmawati dan Pemerintah cq Depkes RI Yayasan Fatmawati (YF) yang sebelumnya bernama Yayasan Ibu Soekarno didirikan pada tahun 1953 memiliki sebidang tanah seluas 416.000m2 bekas eigendom, yang diperoleh dengan cara membebaskan tanah tersebut dengan membayar ganti rugi kepada para penggarap, yang kemudian mendapatkan Sertifikat Tanah dengan Hak Pakai No. 450/Tjilandak (lampiran 1). Pada tahun 1953 di atas lahan tersebut oleh YF dibangunlah RS. Fatmawati. Oleh karena kekurangan dana maka dalam rangka pengembangan, YF mengadakan kerja sama dengan Pemerintah cq. Depkes RI, yang melahirkan “PIAGAM KERJA SAMA” pada tanggal 25 Juli 1967. (lampiran 2). Dalam perjalanannya pihak Depkes tidak mematuhi apa yang diamanatkan oleh PIAGAM KERJA SAMA tersebut antara lain dengan tidak melibatkan YF dalam pengelolaan dan pengembangan RS. FATMAWATI. Dari sinilah bibit sengketa antara YF dan Depkes mulai berkembang.
           Pada Tahun 1987 YF mengajukan permohonan perpanjangan Hak Pakai kepada Mendagri yang kemudian ditolak  dengan surat Mendagri No. 593.3/5924/SJ, tanggal 17 Juni 1987. (lampiran 3). Tahun 1988 Depkes mengajukan permohonan ke MENDAGRI untuk mendapatkan surat ijin penunjukan penggunaan tanah, permohonan tersebut disetujui dengan menerbitkan surat Ka. BPN No. 198/AP/BPN/90, tertanggal 22 Juni 1990, yang dilanjutkan dengan terbitnya Sertifikat Hak Pakai No. 82/Cilandak Barat, tanggal 19 September 1990, dengan luas 358.790M2. (lampiran 4).
           Sejak “disingkirkan” oleh Depkes RI ditambah lagi permohonan perpanjangan Hak Pakai ditolak, secara perlahan YF mengalami mati suri.
Perjuangan Panjang RM. Yohanes Sarwono Cs Membela YF.
           Pada tahun 1989, RM. Yohanes Sarwono, mulai terlibat memberikan dukungan moril dan materil kepada YF untuk mendapatkan kembali haknya. Kenekatan RM. Yohanes Sarwono ketika itu yang mau membela YF boleh dikata “hanya orang gila” yang mau mengambil resiko berhadapan dengan pemerintahan Orde Baru untuk membela kepentingan YF sebagai kelompok Orde Lama yang merupakan lawan politik yang ditumbangkan oleh rejim Orde Baru. Seperti kita ketahui bersama semua lawan politik Orde Baru diberangus dan dimatikan hak sipilnya.
           Untuk itu, RM. Yohanes Sarwono selain mengambil resiko yang besar, juga harus mengorbankan waktu, pikiran dan tenaga, bahkan dana pribadi, serta harus berjuang mencari dan meyakinkan investor/penyandang dana agar mau membantu memberikan dukungan, karena hampir mustahil ada pengusaha yang mau mengambil resiko membiayai perjuangan seperti ini ketika itu.
           Pada tahun 1991 Ir. Stefanus Farok mulai bergabung dan bersama RM. Yohanes Sarwono berjuang membantu YF. Setelah perjuangan panjang yang melelahkan dan tanpa hasil, maka pada tahun 1995 atas pertimbangan dan dukungan mereka berdua disepakati untuk menempuh jalur hukum menggugat pemerintah melalui PN. Jakarta Selatan yang antara lain menuntut pemerintah membayar ganti rugi sebesar Rp. 110.148.530.000,-. Setelah berjuang selama berbulan-bulan sejak mendaftarkan gugatan, perjuangan tersebut kemudian membuahkan hasil, PN Jaksel mengabulkan sebagian dari gugatan YF tersebut dengan putusan No. 229/Pdt.G/1995/PN.Jkt.Sel tanggal 29 Mei 1996 dan menghukum tergugat I, Depkes RI, harus membayar ganti rugi sebesar Rp. 75 Milyar. (lampiran 5).
           Namun Depkes melakukan perlawanan dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI. Oleh PT DKI permohonan banding tersebut kemudian ditolak dan kemudian menguatkan putusan PN Jaksel melalui putusan No.:827/Pdt/1997/PT.DKI, tanggal 27 Januari 1997.(lampiran 6). Setelah kalah, pemerintah mengajukan kasasi namun permohonan tersebut lagi-lagi ditolak melalui Putusan Kasasi MA RI No 2508 K/Pdt/1997 tanggal 19 Maret 1999 (lampiran 7), dan tetap menghukum pemerintah cq. Depkes RI untuk membayar ganti rugi sebesar Rp. 75 Milyar kepada YF.
           Setelah menang ditingkat kasasi pihak YF kemudian berjuang untuk mengeksekusi putusan tersebut, namun tak kunjung membuahkan hasil. Pihak YF kembali meminta bantuan dan dukungan RM. Yohanes Sarwono agar putusan MA tersebut dapat terwujud sebagaimana tertuang dalam perjanjian bawah tangan pada tanggal pada tanggal 22 Mei 2000 dan 25 Mei 2000, yang disempurnakan lagi dalam perjanjian 31 Mei 2000, antara YF selaku Pihak I dan RM. Yohanes Sarwono selaku Pihak II. (lampiran 8). Berdasarkan perjanjian tanggal 25 Mei 2000, YF kemudian menerbitkan surat tugas tertanggal 25 Mei 2000 kepada RM. Yohanes Sarwono untuk dan atas nama YF mewakili dalam rangka menyelesaikan perdamaian antara YF dan Pemerintah RI cq. Depkes RI. (lampiran 9). Lewat upaya RM. Yohanes Sarwono dan Ir. Stefanus Farok, yang kemudian turut bergabung pula Umar Muchsin, realisasi putuasan MA kemudian berhasil melahirkan Akta Perdamaian No. 3 tanggal 13 Desember 2000. (lampiran 10). yang antara lain menyatakan bahwa:
  1. Sisa ganti rugi sebesar Rp. 50 Milyar akan dibayarkan kepada YF melalui pelepasan sebagian tanah hak pakai No. 82/Cilandak Barat a.n. Depkes setelah menghitung kebutuhan tanah untuk RS. Fatmawati seluas 130.000M2. Adapun yang menjadi hak YF sebagai kompensasi sisa ganti rugi yang belum dibayar sebesar Rp. 50 Milyar, adalah tanah seluas + 22,8 Ha.
  2. Selain itu diatur pula kewajiban-kewajiban YF, yakni: membangun Asrama Perawat seluas 600M2, membangun 1 (satu) bangunan kamar mayat, menyediakan tanah/lahan yang akan digunakan sebagai jalan lingkungan rumah sakit, menyediakan/membangun 8 buah bangunan rumah karyawan, membangun 6 buah rumah jabatan, menyediakan bangunan dan memindahkan para penghuni baik karyawan atau bukan yang saat itu menghuni flat-flat yang terletak di atas tanah bagian YF, di tempat lain yaitu Jl. Raya Sawangan samping lapangan Golf , selanjutnya bangunan tersebut menjadi milik dan tanggung jawab Depkes.
  3. Diatur pula bahwa tanah Depkes (seluas + 22,8 Ha) baru akan diserahkan kepada YF setelah YF menyelesaikan seluruh kewajibannya (point 2, butir a s/d f) kepada Depkes.
Seiring dengan perkembangan sengketa dengan Pemerintah RI, YF juga menghadapi gugatan pihak lain, yang juga harus diselesaikan oleh RM. Yohanes Sarwono atas permintaan YF.
           Setelah terjadi perdamaian antara YF dan Depkes, pihak YF lagi-lagi memohon bantuan RM. Yohanes Sarwono Cs untuk membantu memenuhi kewajibannya sebagai syarat agar Depkes bisa menyerahkan tanah yang menjadi hak YF. Untuk itu YF berencana mencari pembeli tanah tersebut, maka dibuatlah Akta Perjanjian Kerja Sama Berkenaan Dengan Penyelesaian dan Penjualan Tanah No. 22 tanggal 30 Oktober 2001 (lampiran 11), dimana dalam akta tersebut RM. Yohanes Sarwono, Ir. Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin, bersedia dan ditunjuk sebagai kuasa pihak YF untuk memasarkan rencana penjualan tanah YF tersebut kepada pihak yang berminat (investor), serta menyelesaikan seluruh sengketa secara tuntas dan sempurna. Setelah 2 tahun berusaha, pada tahun 2003 RM. Yohanes Sarwono Cs berhasil mendapatkan investor yaitu PT. Graha Nusa Utama (PT. GNU) yang bersedia membeli secara bersyarat tanah tersebut, maka dibuatlah Akta Perjanjian No. 225 tanggal 18 Nopember 2003 tentang Kerja Sama Pengalihan dan Pengoperan Hak Atas Tanah Antara RM. Yohanes Sarwono Cs dan PT. GNU yang diwakili oleh Toto Kuncoro dan Febby Fadillah (lampiran 12), yang dilanjutkan lagi dengan membuat Akta No. 257 Tanggal 20 Nopember Tentang Pengikatan Pemindahan dan Penyerahan Hak Atas Tanah antara YF selaku Pihak I dan PT. GNU selaku Pihak II. (lampiran 13). Berdasarkan perjanjian ini dilakukanlah pembayaran uang muka/tahap I pada tanggal 20 Nopember 2003. (lampiran 14). Selanjutnya perjanjian demi perjanjian terus berkembang seiring dengan dinamika dan kompleksitas perkembangan penyelesaian sengketa antara YF dan berbagai pihak serta usaha memenuhi kewajiban YF terhadap Depkes RI dan penerbitan Surat Keputusan Penghapusan Aset oleh Depkes RI, yaitu:
  1. Akta Perjanjian no. 480, tanggal 29 April 2004 dimana YF selaku Pihak I, RM. Yohanes Sarwono Cs selaku Pihak II, dan PT. GNU selaku Pihak III. . (lampiran 15).Berdasarkan perjanjian ini dibayarlah pembayaran tahap II sebesar Rp. 8 M. (lampiran 16).
  2. Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 481, Tanggal 29 April 2004, oleh notaris Kartono, SH. (lampiran 17).
  3. Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 482, Tanggal 29 April 2004, oleh notaris Kartono, SH. (lampiran 18).
  4. Akta Pengakuan Hutang PT. GNU kepada YF No. 483 tanggal 29 April 2004. (lampiran 19).
  5. Akta Pengakuan Hutang PT. NUS kepada YF No. 484 tanggal 29 April 2004. (lampiran 20).
  6. Akta Berita Acara Rapat PT. GNU No. 485, tanggal 29 April 2004. (lampiran 21).
  7. Akta Berita Acara Rapat PT. NUS No. 486, tanggal 29 April 2004. (lampiran 22).
  8. Akta Pengikatan Jual Beli No. 487, tanggal 29 April 2004, oleh notaris Kartono, SH. (lampiran 23).
  9. Akta Pengikatan Jual Beli No. 488, tanggal 29 April 2004, oleh notaris Kartono, SH. (lampiran 24).
  10. Akta Addendum Perjanjian No. 441 tanggal 22 February 2005, yang pada dasarnya merubah Akta Perjanjian no. 480, tanggal 29 April 2004, oleh notaris Kartono, SH. (lampiran 25). Berdasarkan akta ini dilakukanlah pembayaran tahap III sebesar Rp. 15 M pada tanggal 12 Mei 2005. (lampiran 26).
  11. Akta Adendum Perjanjian No. 43 tanggal 07 Maret 2006, oleh notaris Kartono, SH. (lampiran 27)
           Sejak Akta Perdamaian antara YF dan Depkes dibuat pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2008, meski pihak RM. Yohanes Sarwono Cs telah memenuhi kewajiban YF kepada Depkes, namun ternyata Depkes tak kunjung menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan Aset Tanah tersebut apalagi menyerahkannya kepada YF. Oleh karena itu pada tahun 2008, pihak YF mengajukan Gugatan Wanprestasi No. 115/2008 kepada Depkes melalui PN. Jakarta Selatan (lampiran 28) yang dikabulkan pada tanggal 23 Juni 2009 oleh PN Jaksel dengan Putusan No. 1115/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel tanggal 23 juni 2009 (lampiran 29), yang ditindak lanjuti dengan pelaksanaan eksekusi sebagaimana Berita Acara Eksekusi Penyerahan No. 1115/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel tanggal 31 Mei 2010 yang dilakukan oleh Kamiri, SH, MH, Surya Chandra, SH dan H. Moch. Ghufron, SH masing-masing selaku pegawai pada PN Jaksel. (lampiran 30).
Air Susu Dibalas Air Tuba
           Secara keseluruhan perjuangan RM. Yohanes Sarwono Cs memakan waktu + 21 tahun. Sebuah perjuangan panjang dan berliku-liku serta penuh pengorbanan moril dan materil yang luar biasa, sehingga akhirnya mendekati keberhasilan. Mendadak sontak pada pada tanggal 9 Mei 2011 pihak YF mengirimkan surat kepada Yohanes Sarwono Cs tentang Pengembalian Dana (lampiran 31), yang kemudian dilanjutkan dengan surat tanggal 16 September 2011, (lampiran 32) tentang Pemberitahuan Pembatalan Seluruh Akta Perjanjian yang dibuat antara YF dengan PT. GNU dan PT. NUS, dengan dasar bahwa pembayaran tahap II dan III melewati batas waktu pembayaran sebagaimana diatur dalam Akta Addendum II No. 43 tanggal 7 Maret 2006 (lihat lampiran 27)dan karenanya berdasarkan pasal 6 Addendum tersebut perjanjian tersebut batal demi hukum. Padahal perjanjian tersebut merupakan perjanjian bersyarat sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat 1 Addendum tersebut yang menyatakan:

Perjanjian ini diperpanjang untuk jangka waktu 6 bulan terhitung sejak ditandatanganinya akta, untuk memberikan kesempatan kepada Pihak I dan Pihak II mengurus penerbitan Surat Keputusan Penghapusan Asset Departemen Kesehatan Republik Indonesia termasuk penyerahan hak dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia kepada Yayasan Fatmawati (Pihak Pertama) serta penyerahan hak (pemindahan penyerahan hak) dari Yayasan Fatmawati kepada Pihak Ketiga (PT. Graha Nusa Utama). Jika sampai dalam jangka waktu 6 bulan ternyata Surat Keputusan Penghapusan belum selesai dan belum ada penyerahan hak dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia kepada Yayasan Fatmawati (Pihak Pertama) serta penyerahan hak (pemindahan penyerahan hak) dari Yayasan Fatmawati kepada Pihak III (PT. Graha Nusa Utama), maka para pihak akan memusyawarahkan kembali tentang jangka waktunya”.

Oleh karena itu untuk memenuhi jangka waktunya tersebut (6 bulan) maka harus memenuhi terlebih dahulu syarat-syaratnya yaitu:
  1. Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan Asset dari Depkes RI;
  2. Penyerahan hak dari Depkes RI kepada YF;
  3. Penyerahan hak dari YF ke PT. GNU.
Apabila 3 syarat tersebut belum terpenuhi maka para pihak akan memusyawarahkan lagi tentang jangka waktunya. Kenyataannya adalah syarat tersebut belum terpenuhi dan jangka waktunya pun belum pernah dimusyawarahkan kembali, oleh karena itu jangka waktu pembayaran pun belum ada atau belum ditentukan. Dengan demikian konsekuensinya adalah Akta 480 tanggal 29 April 2004 (lihat lampiran 15) dan Akta Addendum No. 43 tanggal 7 Maret 2006 masih berlaku dan mengikat kedua belah pihak. Pada tanggal yang sama YF juga melayangkan surat Penghentian Kerja sama setelah itu dilanjutkan lagi dengan surat perintah pengosongan lahan pada tanggal 2 Oktober 2011. (lampiran 33).
           Rupanya dibalik itu, pihak YF secara diam-diam telah melakukan perikatan kerja sama dengan PT. Mekaelsa No. 70, tanggal 26 Juli 2010 oleh Notaris Sri Rahayu, SH, (lampiran 34) dan telah menerima kucuran dana dari pihak PT. Mekaelsa. Hebatnya, dalam perjanjian tersebut, seluruh Akta yang dibuat antara YF dan RM. Yohanes Sarwono Cs serta PT. GNU dan PT. NUS diakui, yang berarti bahwa YF sadar betul bahwa seluruh haknya atas tanah telah dilepaskan (“dijual”), dan pihak PT. Mekaelsa beserta Notaris Sri Rahayu, SH mengetahui bahwa YF sudah tidak berhak atas - apalagi menjual tanah tersebut.
           Bahwa, sesuai dengan Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 481 dan Nomor 482, tertanggal 29 April 2004, yang dibuat dihadapan Kartono, SH Notaris di Jakarta, telah dinyatakan secara tegas bahwa YF sejak tanggal 29 April 2004 telah sepenuhnya menyerahkan kepemilikan hak atas tanah seluas ± 22,8 Ha yang tercantum dalam Sertipikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, kepada PT. GNU dan PT. NUS, baik secara yuridis maupun secara administrasi dan secara tegas telah memberikan kuasa serta wewenang penuh kepada PT. GNU dan PT. NUS untuk menerima penyerahan berupa hak atas tanah yang tercantum dalam sertipikat Hak Pakai No,82/Cilandak Barat, Seluas  ± 22,8 Ha, dari pihak manapun, baik dari Depkes RI maupun dari PN. Jaksel. Bahwa Nomor 481 dan Nomor 482, tertanggal 29 April 2004 tersebut berlaku sebagai Undang-Undang yang mengikat antara YF dengan PT. GNU dan PT. NUS, yang hingga saat ini masih berlaku dan mengikat antara Para Pihak karena belum ada keputusan Pengadilan manapun yang memutuskan dan menyatakan batal atau tidak sahnya atas Akta-Akta tersebut, dan karenanya antara YF dengan PT.Graha Nusa Utama dan PT. NUS harus tetap menghormatinya sebagai undang-undang yang mengikat Para Pihak.
           Bahwa walaupun secara hukum berdasarkan Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 481 dan Nomor 482, tertanggal 29 April 2004, YF sudah tidak lagi memiliki hak apa pun atas hak atas tanah yang tercantum dalam Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, atas sebidang tanah Golf Fatmawati seluas ± 22,8 Ha tersebut, namun YF diwakili oleh pembinanya yang baru yaitu Dwi Librianto dengan dalih bahwa Akta-Akta tersebut telah dibatalkan secara sepihak oleh YF, tetap melakukan transaksi Ilegal dengan pihak PT.Meka Elsa yakni melakukan jual beli objek lahan Fatmawati seluas + 22,8 Ha untuk kedua kalinya. Oleh karena itu patut dinyatakan bahwa YF telah beritikad buruk dan melakukan pelanggaran hukum dengan mengingkari dan tidak menghormati perjanjian yang telah dibuat berdasarkan Akta Notaris yang sah yang berlaku sebagai Undang-Undang antara Para Pihak sebagaimana Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 481 dan Nomor 482 tersebut,

KESELURUHAN EPISODE DARI SKENARIO BUSUK [Part 2]

KESELURUHAN EPISODE DARI SKENARIO BUSUK PRAKTEK MAFIA HUKUM
YANG MERUPAKAN REKAYASA DAN KRIMINALISASI
DEMI KEPENTINGAN MAFIA TANAH UNTUK MEMILIKI LAHAN GOLF FATMAWATI
PART 2

Rekayasa Aliran Dana Bank Century Oleh Mafia Tanah
           Diperlakukan seperti ini, pihak RM. Yohanes Sarwono Cs melaporkan pihak YF ke Mabes Polri sesuai LP No.: LP/46/I/2012/Bareskrim, tanggal 16 Januari 2012 (lampiran 35) dan oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri, telah ditetapkan sebagai tersangka antara lain: Ketua Umum YF, Panji Hari Soehardjo Tjondronegoro. Namun oleh pihak Polri penetapan tersebut tidak diproses lebih lanjut!
           Bukannya memproses lebih lanjut YF yang sudah menjadi tersangka, pihak Polri justeru kemudian memeriksa dan menangkap RM. Yohanes Sarwono dengan tuduhan melakukan tindak pidana pencucian uang (aliran dana Bank Century) dengan perkara pokok penipuan dan penggelapan. Yang diperkuat oleh pihak YF yang pada tanggal 7 Desember 2012 dengan  mendatangi Mabes Polri untuk melaporkan adanya aliran dana sebesar Rp. 20 M yang konon disetorkan oleh RM. Yohanes Sarwono kepada YF dan konon pula merupakan dana hasil penggelapan dana Bank Century cq. Nasabah Antaboga. Perlu diketahui bahwa pembayaran tahap I dan tahap II sebesar total Rp. 10 M oleh PT. GNU, dilunasi pada tahun 2003 dan 2004 (lihat lampiran 14 dan 16), sedangkan pembayaran tahap III (50%) pada tahun 2005 (lihat lampiran 26), dan sisa tahap III pada 22 Oktober 2010 (lampiran 35) dan tahap ke IV pada 5 Mei 2011 (lampiran 36). Untuk diketahui pula pembayaran sisa tahap III dan tahap IV tersebut sumber dananya berasal dari pinjaman PT. GNU ke PT. ANCORA. (lampiran 37). Ini berarti jika dikaitkan dengan dana yang berasal dari pinjaman PT. GNU ke Robert Tantular yang dianggap merupakan dana Bank Century, maka dana tersebut berasal dari pembayaran tahap I, tahap II, dan tahap III (2003 -2005). Hal ini juga dinyatakan oleh Kabareskrim Polri Komjen Sutarman sebagaimana dikutip oleh DetikNews Rabu, 7 Desember 2011:”Yang menarik, dalam laporan itu disebutkan ada 3 kali transaksi yang dilakukan. Ada Rp 2 miliar, Rp 8 miliar, dan Rp 15 miliar. "Yang Rp 20 miliar itu masuk ke yayasan, dan yang Rp 5 miliar masuk ke seseorang. Saya tidak akan sebut dulu," tutur Sutarma”n. Apakah masuk akal jika YF menerima dana tersebut pada tahun 2003-2005 dan menyimpannya sampai dengan Bank Century bermasalah sekitar 2008, bahkan masih menyimpannya ketika skandal Bank Century mencuat ke publik dan menjadi masalah politik yang menggemparkan tanah air pada tahun 2009 – 2010, lalu kemudian baru melaporkan ke polisi pada tanggal 7 Desember 2011? Jadi YF menyimpan dana tersebut + 8 tahun sejak menerima pertama kali baru kemudian melaporkannya kepada pihak polisi. Sungguh menghina akal sehat kita semua rekayasa seperti ini.
           Berdasarkan keterangan Goyantara, SH, Prijono Artho Nugroho, SE, selaku Bendahara YF saat ini dan Dra. Mutia Prihatini, selaku mantan Sekretaris YF sebagai saksi dibawah sumpah dalam Persidangan di PN. Jakarta Pusat dengan terdakwa Direktur Utama PT. GNU, Toto Kuncoro, terungkap bahwa uang yang diterima oleh YF dari PT. GNU telah habis digunakan. Oleh sebab itu barang bukti yang disita oleh Penyidik berupa uang sebesar Rp. 20 M tidak ada hubungannya dengan perkara tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Toto Kuntjoro maupun Tersangka RM. Yohanes Sarwono. Menjadi tanda tanya dari mana asal dana misterius Rp. 20 M yang oleh YF diserahkan ke Polisi pada tanggal 7 Desember 2012 tersebut?
           Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa perlu merekayasa barang bukti? Jawabannya sederhana, yakni untuk menghindari penyitaan asset dan penyidikan terhadap pihak YF dan pihak lain yang telah menikmati dana tersebut. Karena jika berdasarkan keterangan saksi tersebut di atas bahwa dana yang dibayarkan oleh PT. GNU ke YF sebesar Rp. 20 M sudah habis dipakai untuk membeli tanah, membangun RS. RP. Soeroso di Jl. Veteran Bintaro, Tangerang Selatan dan untuk operasional kantor dan Pengurus Yayasan, maka semua asset ini harus disita dan semua pihak yang menikmati dana tersebut harus disidik. (rekayasa 1).
           Didalam salah satu butir surat pemberitahuan hasil pengawasan penyidikan (SPHP2) sebagaimana surat Karowasidik Bareskrim POLRI No. B/4395/WAS/X2012/BAERSKRIM tanggal 18 Oktober 2012, dalam poin 2.c1) dan 2), secara tegas merekomendasikan agar Penyidik mengkoordinasikan lebih intens kepada JPU menyangkut barang bukti uang sejumlah Rp. 20 Milyar dan menyita hasil RUPS terakhir pada saat pergantian pengurus YF untuk mengetahui besarnya posisi jumlah uang/saldo yang ada di rekening YF. (lampiran 38). Hal ini belum dilaksanakan oleh Penyidik sampai saat ini.
PEMBAYARAN PT. GNU/
Saldo Bank  YF 2009
PEMBAYARAN MEKAELSA KE
PT. NUS KE YF 2003 – 2005
(lampiran 39)
YF 2010 (lampiran 40) 
20/11/2003
2.000.000.000


26/07/2010
2.000.000.000
30/12/2003
8.000.000.000


02/11/2010
4.000.000.000
15/05/2005
15.000.000.000


09/12/2010
10.000.000.000

30/04/2009
1.295.488.473


TOTAL 
1.295.488,473

16.000.000.000
Barang Bukti Yang Disita Kepolisian 2011
20.000.000.000
Dari tabel di atas secara logik dan berdasarkan fakta-fakta yang ada serta rekomendasi Karowasdik, nampak jelas bahwa barang bukti yang disita oleh pihak Bareskrim Mabes Polri adalah barang bukti palsu.
           Seperti yang telah dijelaskan bahwa seluruh transaksi pembayaran tahap I, tahap II, dan sebagian tahap III dari PT. GNU dan PT. NUS berlangsung dalam kurun waktu tahun 2003 – 2005 dimana ketika itu Robert Tantular dan Bank CIC sama sekali tidak atau sedang bermasalah. Robert Tantular dan Bank Century mulai bermasalah sejak tahun 2008.
           Dalam surat YF ke Jaksa Agung RI tertanggal 7 Nopember 2012 point 16c (lampiran 40), YF telah membuat tuduhan sebagai berikut:

Pada saat antara PT. GNU/PT.NUS dengan YF dalam hubungan perjanjian kerja sama, ternyata pembayaran dana yang dilakukan oleh PT. GNU menggunakan uang yang berasal dari nasabah Antaboga, sehingga YF membuat laporan kepada Bareskrim Mabes Polri”.

Berdasarkan barang bukti yang ditemukan sebagaimana tercantum dalam dalam resume Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Toto Kuncoro (lampiran 41)  menurut Penyidik ditemukan adanya aliran dana PT. Antaboga ke rekening PTGNU, yang berlangsung antara tahun 2004 – 2007 dengan nilai total sebesar Rp. 10 M. Sedangkan pembayaran PT. GNU/PT. NUS berlangsung dengan tahapan pada tahun 2003 sebesar total Rp. 10 M dan pada tahun 2005 sebesar Rp. 15 M. Dari sisi kesesuaian waktu dan jumlah sangat jelas perbedaannya. Karena memang sama sekali tidak pernah ada penggunaan dana nasabah Antaboga. Bahwa memang untuk pembayaran tahap I sebesar Rp. 2 M dan tahap II sebesar Rp. 8 M dananya berasal dari Robert Tantular, namun dana tersebut murni pinjaman dan telah dibayar kembali pada tahun 2004. Begitu pula untuk pembayaran tahap III pada 15 Mei 2005 sebesar Rp. 15 M merupakan pinjaman kepada Robert Tantular yang telah dilunasi secara bertahap mulai 6 Juni 2005 – 20 Juni 2005. (rekayasa 2).
           Betul bahwa pada tahun 2003, PT. GNU  berhutang kepada Robert Tantular pribadi berdasarkan perjanjian pinjam meminjam (lampiran 42), tetapi pada saat itu Robert Tantular, maupun Banknya (CIC) bukanlah bankir dan bank yang bermasalah atau diketahui atau patut diduga melakukan kejahatan perbankan.
           Dinyatakan pula bahwa RM. Yohanes Sarwono telah menerima kucuran dana dari PT. GNU sebesar Rp. 40.900.000.000,-, tanpa dasar sama sekali, padahal dana tersebut merupakan realisasi dari Akta Perjanjian Kerjasama Penyelesaian dan Penjualan Tanah No. 225, tanggal 18 Nopember antara RM. Yohanes Sarwono dengan Ir. Toto Kuncoro Kusuma, SE, MBA, 2003 oleh Notaris Kartono, SH. (lihat lampiran 12). (rekayasa 3)
           RM. Yohanes saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan telah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, pasal 6 UU. No. 15 Tahun 2002 yang telah dirubah dengan UU. No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas UU. No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal 3 (1) UU. No. 15 Tahun 2002 mengandung unsur-unsur delik sebagai berikut:
  1. Setiap orang yang dengan sengaja;
  2. menempatkan, mentransfer, membayarkan, atau membelanjakan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lain;
  3. harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana;
  4. dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.
Pasal 6 UU. No. 15 Tahun 2002 mengandung unsur-unsur delik sebagai berikut:
  1. Setiap orang yang menerima atau menguasai;
  2. penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau penukaran;
  3. harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.
Dari uraian di atas, apabila dihubungkan dengan unsur-unsur delik dalam pasal 3 maupun pasal 6 UU. No. 15 Tahun 2002, tidak ada fakta hukum yang menyatakan memenuhi unsur delik ke 3 dari pasal 3 maupun pasal 6 UU tersebut, yaitu: “unsur harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana”. Karena memang RM. Yohanes Sarwono Cs sama sekali tidak tau dari mana sumber dana PT. GNU dan juga tidak pernah mengetahui bahwa uang/dana tersebut adalah hasil dari kejahatan (tindak pidana) orang lain atau Robert Tantular. Dan sekali lagi perlu diingat, pada 2003 - 2005 Robert Tantular adalah seorang bankir yang tidak atau diduga sedang bermasalah, demikian pula Bank CIC. Jadi bagaimana mungkin PT. GNU apalagi RM. Yohanes Sarwono Cs bisa mengetahui dan atau menduga bahwa pinjamannya kepada Robert Tantular pribadi, yang kemudian dibayarkan kepada YF via RM. Yohanes Sarwono dalam kurun waktu tahun 2003 – 2005 merupakan dana hasil penggelapan dana nasabah Bank Century oleh Robert Tantular? Sebagai ilustrasi, seorang Nazarudin ketika masih berstatus anggota DPR membeli saham PT. Garuda via broker yang kemudian jauh setelah itu baru diketahui bahwa uang tersebut merupakan hasil korupsi yang bersangkutan, apakah dengan demikian broker tersebut dan PT. Garuda Indonesia otomatis dapat dituduh terlibat tindak pidana pencucian uang sebagai layer 2 dan 3?
           Hal ini diperkuat oleh fakta dari hasil persidangan di PN. Jaksel dengan terdakwa Toto Kuncoro hingga saat ini, bahwa tidak terdapat bukti apapun yang menyatakan bahwa RM. Yohanes Sarwono, Ir. Stefanus Farok, Umar Muchsin mengetahui atau patut menduga bahwa pembayaran atas tanah bekas hak YF yang diterima dari PT. GNU adalah dana pinjaman yang diperoleh dari Robert Tantular dan juga tidak ada satupun bukti maupun saksi yang menyatakan bahwa dana tersebut adalah merupakan dana hasil kejahatan Robert Tantular maupun pihak lain. Robert Tantular pun ketika diperiksa sebagai saksi terhadap RM. Yohanes Sarwono sebagaimana yang tertulis dalam BAP dirinya, menyatakan bahwa tidak pernah berkenalan dengan RM Yohanes Sarwono, dan tidak kenal terhadap Stefanus Farok dan Umar Muchsin.
           RM. Yohanes Sarwono pada saat diperiksa tanggal 31 Oktober 2012, dan juga Ir. Stefanus Farok dan Umar Muchsin dalam pemeriksaan pada tanggal 21 Nopember 2012 telah mengajukan permohonan khusus yang diajukan dalam Berita Acara Pemeriksaan (lampiran 43) kepada Penyidik, agar Penyidik memanggil dan memeriksa saksi-saksi at decharge (yang menguntungkan) yaitu antara lain: Notaris Kartono, SH; Notaris Felix FX Handoyo, SH, Dr. Simorangkir, pengacara YF, Wahyu Afandi, SH, serta pihak-pihak yang secara langsung telah menerima dana dari RM. Yohanes Sarwono Cs yang bersumber dari PT. GNU yaitu antara lain: RP. Hari Soerohardjo selaku Ketua YF, dan Dra. Mutia Prihatini selaku Sekretaris YF dan Noto Suwito, SH. Di samping itu juga meminta agar Penyidik memanggil dan memeriksa orang-orang yang menerima pesangon yaitu 27 orang ex karyawan bulanan Lapangan Golf Fatmawati, 99 KK ex penghuni rumah dinas RS. Fatmawati, juga 46 orang ex karyawan harian Lapangan Golf Fatmawati, serta menyita semua asset pengurus YF yang terbukti dibeli dari dana tersebut. Semua permintaan tersebut belum terpenuhi sama sekali, dan karenanya P19 seharusnya belum terpenuhi. Kenyataannya meski P19 belum terpenuhi berkas RM. Yohanes Sarwono Cs sudah dinyatakan P21. (rekayasa 4). Yang lebih dahsyat lagi, bagaimana bisa terjadi berkas P.19 adalah untuk satu tersangka RM. Yohanes Sarwono, namun kemudian bisa disulap menjadi P.21 atas 3 tersangka sekaligus oleh kejaksaan. (rekayasa 5).
           Pemberkasan untuk tersangka Ir. Stefanus Farok dan Umar Muchsin dilaksanakan secara kilat. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik pada tanggal 21 Nopember 2012, dan langsung ditahan pada hari itu juga. Berkas dinyatakan P21 secara kilat pada tanggal 29 Nopember 2012 ditandatangani Direktur TPUL, Babul Kohir yang baru saja menjabat 1 minggu (sebelumnya Kajati Riau). Tanggal 30 Nopember 2012 dilakukan penyerahan tahap kedua dan langsung ditahan. (rekayasa 6)
           Rekayasa yang paling sadis dan merupakan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh oknum-oknum pejabat Bareskrim Mabes Polri untuk menghina, menjatuhkan, dan menginjak-injak harga diri dan martabat kemanusiaan RM. Yohanes Sarwono, Stefanus Farok dan Umar Muchsin, adalah ketika secara sengaja, dengan cara memaksakan pelimpahan atau penyerahan berkas tahap ke 2 ke Kejaksaan yang dilakukan pada malam hari. Stefanus Farok dan Umar Muchsin, di jemput dari tahanan polda pada jam 17.00 WIB dan seharusnya bisa langsung dibawa ke Kejaksaan Jakarta Pusat, namun terlebih dahulu mereka dibawa ke Bareskrim dengan dalih menjemput RM. Yohanes Sarwono yang menjadi tahanan penyidik di Mabes. Sesampainya di Mabes ternyata sudah disiapkan puluhan wartawan oleh oknum-oknum pejabat Bareskrim Mabes Polri. RM. Yohanes Sarwono Cs kemudian dipaksa untuk diborgol dan disuruh memakai baju tahanan, lalu digiring kehadapan wartawan dengan tujuan memberikan sajian santapan bagi para juru potret dan kamera untuk mengambil gambar mereka. Setelah oknum-oknum pejabat Bareskrim Mabes Polri puas menyajikan drama pembunuhan karakter yang di liput oleh berbagai media tersebut, barulah pada malam harinya mereka di bawa ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, sehingga praktis baru terlaksana pelimpahan pada tengah malam. (rekayasa 7)
           Sesuai dengan Amar Putusan PN. Jaksel tertanggal 11 Juni 2009 Nomor 1115/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel, seluruh kesepakatan perdamaian yang tercantum dalam Akta Perdamaian Nomor 3 tertanggal 13 Desember 2000 tersebut adalah merupakan keputusan Hukum yang sah dan mengikat yang harus dilaksanakan dan dipenuhi oleh Depkes dan YF. Namun sampai saat ini YF belum memenuhi salah satu kewajibannya sebagaimana yang harus dilaksanakan dan dipenuhi sesuai dengan ketentuan dalam pasal 6 huruf f Akta tersebut. (lihat lampiran 10). Kewajiban yang belum dilaksanakan dan dipenuhi sampai saat ini oleh YF tersebut antara lain adalah melakukan penyerahan 5 Sertipikat Hak Pakai atas sebidang tanah seluas 13.524 m², yang terletak di Kelurahan Sawah Baru, Ciputat, Tanggerang, yang mana kewajiban tersebut adalah salah satu syarat untuk dapat melakukan serah terima penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, atas sebidang tanah Golf Fatmawati seluas ± 22,8 Ha yang saat ini sedang dititipkan di PN. Jaksel oleh Depkes melalui Jaksa Pengacara Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara. Ternyata berdasarkan informasi yang didapatkan dari Kantor Pertanahan BPN Tiga Raksa, bahwa ada upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan rekayasa dan penipuan dengan melakukan permohonan penerbitan Sertipikat Pengganti atas 5 Sertipikat Hak Pakai atas sebidang tanah seluas 13.524 m², yang terletak di Kelurahan Sawah Baru, Ciputat, Tanggerang kepada Kantor Pertanahan BPN Tiga Raksa, dengan alasan bahwa terhadap asli 5 Sertipikat tersebut tidak diketemukan lagi atau hilang. (rekayasa 8). Namun oleh PT. GNU dan PT. NUS telah dilakukan blokir terhadap permohonan tersebut dikarenakan sampai saat 5 Sertipikat tersebut masih ada dan masih dalam penguasaan PT. GNU dan PT. NUS.
           Setelah upaya yang dilakukan oleh YF dengan dukungan PT. Meka Elsa untuk melakukan rekayasa dan penipuan dengan melakukan permohonan penerbitan Sertipikat pengganti atas 5 Sertipikat Hak Pakai kepada Kantor Pertanahan BPN Tiga Raksa gagal, YF mencoba cara yang lain dengan melakukan skenario busuk meminta penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat oleh PN Jaksel. Ketua PN. JakSel dengan sangat berani, dengan alasan untuk memenuhi kegiatan penuntasan pelaksanaan eksekusi atas perkara Nomor 1115/Pdt.G/ 2008/PN.Jkt.Sel, berniat untuk melakukan penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat pada tanggal 2 Januari 2013 jam 10.00 kepada YF, tanpa keharusan bagi YF untuk menyerahkan 5 Sertipikat Hak Pakai atas sebidang tanah seluas 13.524 m², yang terletak di Kelurahan Sawah Baru, Ciputat, Tanggerang, yang merupakan salah satu syarat mutlak untuk serah terima penyerahan Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, atas sebidang tanah Golf Fatmawati seluas ± 22,8 Ha sebagaimana tercantum dalam pasal 6 huruf f Akta Perdamaian Nomor 3 tertanggal 13 Desember 2000, yang dibuat dihadapan Felix FX. Handojo, SH Notaris di Jakarta. (rekayasa 9). Lagi-lagi upaya ini berhasil digagalkan oleh tim Pengacara RM. Yohanes Sarwono. Kegagalan demi kegagalan untuk merampok tanah ex YF tersebut merupakan bukti nyata bahwa memang seluruh proses dan kepemilikan tanah seluas ± 22,8 Ha sesuai Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat adalah milik PT. GNU/PT.NUS.
           Berbagai rekayasa busuk dengan skenario canggih yang terjadi memberi indikasi yang sangat kuat bahwa telah terjadi praktek mafia hukum yang melibatkan oknum-oknum aparat penegak hukum yang merupakan Rekayasa dan Kriminalisasi demi kepentingan Mafia Tanah yang berniat merampok dan menguasai lahan ex YF, dengan memakai barang bukti palsu dan merekayasa fakta hukum untuk mendukung persangkaan dugaan tindak pidana pencucian uang atas nama Tersangka RM. Yohanes Sarwono, Stefanus Farok dan Umar Muchsin. Karena memang hanya MAFIA dengan dukungan oknum-oknum penegak hukum yang menjadi antek-anteknya.yang secara moral berani dan mampu melakukan rekayasa dan skenario busuk seperti ini!
           PT. Meka Elsa secara berani telah melakukan transaksi ilegal karena membeli objek lahan Fatmawati seluas 22 Ha untuk kedua kalinya setelah sebelumnya lahan tersebut sudah dijual secara mutlak oleh YF kepada PT.GNU dan PT NUS, dengan menggunakan berbagai macam cara termasuk memperdaya pengurus YF yang sedang sakit stroke. Oleh karenanya kuat dugaan bahwa PT. Mekaesla merupakan perusahaan koorporasi Mafia Tanah yang menjadi otak dan dalang yang membiayai dan mengendalikan skenario busuk praktek mafia hukum yang dilakukan oleh oknum-oknum aparat penegak hukum yang menjadi antek-anteknya, dengan memakai barang bukti palsu dan merekayasa fakta hukum untuk membenarkan persangkaan dugaan tindak pidana pencucian uang atas nama Tersangka RM. Yohanes Sarwono, Stefanus Farok dan Umar Muchsin, sehingga mereka dipaksakan untuk “DiBank Centurykan dan DiRobert Tantularkan”.
           Rekayasa issue Bank Century ini diskenariokan mengingat issue ini sangat menggetarkan dan seksi sehingga dapat menciptakan sensasi pemberitaan serta dapat menyeret RM. Yohanes Sarwono Cs dan bahkan seorang pejabat tinggi negara ke dalam pusaran kisruh politik seputar kasus Bank Century, sebagaimana yang sudah terjadi saat ini, dan sekaligus ingin menunjukkan kepada publik kesigapan Polri ketimbang KPK dalam mendapatkan temuan aliran dana Bank Century.
*****

Kamis, 03 Januari 2013

KPK Tak Tahu Dana Century ke Fatmawati

haryono umar8
Jakarta - KPK mengaku belum mengetahui adanya aliran dana milik Robert Tantular ke Yayasan Fatmawati. Adalah Polri yang menemukan adanya aliran dana tersebut.

"Kita belum tahu apakah kaitanya dengan perbankan atau bukan? Kan banyak juga kasus Century yang perbankan dan lain-lain," kata Wakil Ketua KPK bidang pencegahan Haryono Umar di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (8/12).

Namun, Haryono menyiratkan tak akan menangani penemuan yang berawal dari lembaga pimpinan Jendral Timur Paradopo tersebut. KPK baru akan menelusuri jika temuan itu ternyata bukan tindak pidana perbankan.

"Kalau (Perbankan) begitu kita serahkan ke kepolisian," bebernya.

Ihwal penemuan ini diungkap Polri yang menemukan adanya aliran dana yang berasal dari pemilik saham mayoritas Bank Century, Robert Tantular ke Yayasan bernama Fatmawati.

Hingga saat ini, Polisi masih melakukan pengecekan, apakah uang yang berjumlah Rp 25 Milliar tersebut terkait kasus Bank Century atau tidak. Sebab laporan adanya transaksi tersebut baru diterima dua hari yang lalu.

Dalam laporan yang diterima Polri, terdapat tiga transaksi yang diduga masuk ke Yayasan Fatmawati. Pertama berjumlah Rp 2 Miliar, kedua Rp 8 Miliar dan ketiga Rp 15 Miliar. Dari jumlah total Rp 25 Milliar, Rp 20 Milliar masuk ke kantong individu yang hingga kini belum jelas siapa orangnya.

Sumber : http://idc.centroone.com/news/2011/12/2s/kpk-tak-tahu-dana-century-ke-fatmawati/

Bamsoet Tuduh Gita, Ini Kronologi Faktual Pembelian Saham GNU oleh Ancora Land

Ilustrasi lahan (foto: istimewa)
Ilustrasi lahan (foto: istimewa)

Tudingan Bamsoet sangat tendensius bila dilihat dari sudut tempus delicti.

JAKARTA, Jaringnews.com - Upaya untuk pengkondisian Menteri Perdagangan Gita Wirjawan ke dalam pusaran kasus Bank Century tak jua surut. Anggota Timwas Century dari Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo, menyebut keterkaitan Grup Ancora dengan skandal Century. Meski fakta yang digunakan oleh Bamsoet hanya berpusar pada  pembelian saham PT Graha Nusa Utama (GNU) oleh Ancora Land,  Bamsoet langsung menyimpulkan bila ada aliran dana dari Century ke Gita Wirjawan selaku pendiri dan pemilik Ancora.

Lebih lanjut, keterkaitan yang dimaksud Bamsoet yakni berawal dari perkara keperdataan antara GNU dengan Yayasan Fatmawati yang kini sedang ditangani kepolisian. Totok Kuntjoro, direktur utama GNU diketahui melakukan tindak pidana pencucian uang, yakni menempatkan dana hasil kejahatan itu di rekening GNU. Tanpa tedeng aling-aling, Bamsoet menuding Gita menerima dana aliran Bank Century. Kata Bamsoet, pemegang saham PT GNU pada perubahan akta notaris 2010 adalah PT Ancora Land dan PT Uni Menara Komunikasi, salah satu afiliasi Grup Ancora.

Seperti diketahui, Ancora Land membuat akte jual beli dengan GNU atas tanah seluas 22 hektar tersebut pada tahun 2008. Sebelumnya tanah tersebut adalah milik Yayasan Fatmawati. Tanah ini dilepas oleh Yayasan Fatmawati ke PT GNU tahun 2003 lalu.

“Akte jual beli tanah antara Ancora Land dengan penjual (PT GNU) terjadi di tahun 2008. Lalu Ancora Land menggelontorkan dana sekitar Rp 40 miliar atas transaksi tersebut. Tahun transaksi terjadi jauh sebelum masalah Bank Century. Lagian, Ancora Land mengeluarkan uang, bukan menerima uang, bagaimana mungkin Ancora Land dituduh menerima aliran bail-out Bank Century?" ujar Mohammad Nashihan, pengacara tersangka kasus pencucian aliran dana Bank Century, Septanus Farok dan Umar Muchsin kepada Jaringnews.com via telepon, belum lama ini.
Jaringnews.com berhasil menghimpun data kronologi sengketa lahan Fatmawati, yang awalnya dimiliki Yayasan Fatmawati hingga kemudian beralih kepemilikan ke Ancora Land. Berikut rinciannya:

1988-2000
Yayasan Fatmawati menyelesaikan sengketa tanah seluas 22 hektar di Lapangan Golf Fatmawati dari Departemen Kesehatan. Penyelesaian sengketa tertuang dalam Akta Perdamaian antara kedua belah pihak, dan mengharuskan Yayasan Fatmawati memindahkan fasilitas yang ada ke lokasi lain, termasuk membangun perumahan untuk staf Departemen Kesehatan di Kampung Sawah.

2000-2003
Sarwono ditunjuk Yayasan Fatmawati untuk menindaklanjuti hal tersebut. Ia membuat kesepakatan dengan Yayasan Fatmawati. Untuk melunasi kewajiban ini, Sarwono mengundang para investor. PT Graha Nusa Utama (GNU) sukses mencapai kesepakatan dengan Sarwono dan Yayasan Fatmawati.

2003-2005
GNU membuat Akta Pengoperan dan Pelepasan Hak atas lahan 22 hektar dari Yayasan Fatmawati. Praktis, lahan ini resmi menjadi milik GNU dan PT NUS.

2008
Bulan Januari, Ancora International memasuki perjanjian utama dengan penjual untuk mengakuisisi lahan Fatmawati.

2010
Bulan Oktober, PT Ancora Land dan PT Uni Menara Komunikasi melakukan Penjualan Saham dan Perjanjian Pembelian (AJB Saham) dengan 5A untuk 51 persen saham untuk GNU dan NUS. Ancora Land dan Uni Menara Komunikasi sepenuhnya dimiliki oleh Ancora Group.

Di bulan ini juga, PT Ancora Land memasuki perjanjian pinjaman dengan GNU (Rp 32,5 miliar) dan NUS (Rp 7,5 miliar) untuk memenuhi kewajiban dari GNU dan NUS dalam finalisasi pengakusisian tanah (sertifikasi, SIPPT, Pajak Properti, dll)

2011
PT Ancora Land memberikan pinjaman kepada Rp 69,5 miliar kepada GNU dan NUS untuk memenuhi kewajiban GNU dan NUS dalam finalisasi pengakusisian tanah, kemudian dipinjamkan lagi senilai Rp 10 miliar untuk tujuan yang sama.

Dari kronologi faktual di atas, tampak bahwa tudingan Bamsoet sangat tendensius bila dilihat dari sudut tempus delicti. Pengambilan-alihan saham terjadi jauh sebelum kasus Century menyeruak. Di samping itu,  Ancora Land justru menggelontorkan dana internalnya untuk membeli saham dan aset GNU dan bukan sebaliknya menerima aliran dana.