Rabu, 27 Februari 2013

Perkara Pokok Kasus Fatmawati Dipertanyakan


JAKARTA, suaramerdeka.com - Pakar perdata dari kantor pengacara Yusril Ihza Mahendra, Hariman menilai, penerapan pasal pencucian uang yang disangkakan kepada terdakwa Yohanes Sarwono, Stevanus Farok, dan Umar Muchsin dalam sengkarut kasus penjualan tanah Yayasan Fatmawati yang perkaranya tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tanpa perkara pokok. 

"Ini tidak ada perkara pokoknya. Ini transaksi biasa, tapi tahu-tahu sudah diterapkan pasal pencucian uang," kata Hariman saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, (26/2).

Menurutnya, sebelum jaksa dapat menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang kepada tiga terdakwa tersebut, maka harus ada putusan pengadilan, bahwa uang sebesar Rp 20 milyar yang diterima Yayasan Fatmawati itu berasal dari tindak pidana.

"Artinya, uang ini dari mana dan harus ada putusan pengadilan, baru diterapkan pasal pencucian uang jika telah terbukti. Perkara ini logikanya melompat, jadi pidana pokoknya tidak ada. Itu harus sesuai undang-undang, harus ada pidana pokoknya," tandasnya.
Hariman juga menilai, penjualan tanah Yayasan Fatmawati itu merupakan jual beli biasa, sehingga tidak ada kewajiban pihak penjual, yakni Yohanes Sarwono cs yang mendapat kuasa dari Yayasan Fatmawati untuk menjual tanah tersebut, tidak mempuanyai kewajiban untuk menanyakan dari mana uang yang digunakan untuk membeli tanah tersebut.

"Itu transaksi jual beli biasa, si penjual tidak perlu mengetahui asal usul uang si pembeli, itu merupakan tugas petugas. Jadi, kalau kita melakukan jual beli, gak perlu mengetahui uang itu, kecuali petugas PPATK atau petugas yang berhak menanyakan. Secara hukum, jual beli itu sah jika sudah memenuhi Pasal 13 UU No 20 KUH Perdata," bebernya.

Kuasa hukum Yohanes Sarwono cs, Hermawi Taslim menegaskan, kliennya tidak melakukan penipuan sebagamana yang dituduhkan. Sebagai pihak perantara yang diberikuasa, mereka tidak menggelapkan uang karena dana dari pembeli itu diserahkan ke pihak yayasan.

"Jadi apa dan siapa yang ditipu dan apa yang digelapkan? Uang dari PT GNU, itu yang menerima Yayasan Fatmawati," tegasnya ditemui usai persidangan di PN Jakpus yang terpaksa ditunda majelis hakim pimpinan Bagus Irawan karena terdakwa Sarwono masih dirawat di Rumah Sakit Husada akibat terserang stroke.

Dalam kasus sengketa tanah Yayasan Fatmawati ini, oleh jaksa penuntut umum Yohanes Sarwono, Stefanus Farok, dan Umar Muchsin didakwa telah melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a, b dan c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, Yohanes juga didawa Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana telah diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Atas dakwaan tersebut Hermawi menilai, dakwaan tersebut tidak cermat, sehingga ia yakin kliennya dibebaskan dari semua tuntutan. Pasalnya, selain dakwaan jaksa dinilai lemah dan tanpa pokok perkara yang jelas, barang bukti yang disita, yakni uang sebesar Rp 20 milyar dari rekening Yayasan Fatmawati, diduga merupakan bukti yang telah direkayasa, alias bukti palsu.

Menurutnya, tudingan itu dilontarkan, karena menurut keterangan beberapa orang saksi saat diperiksa penyidik Polri, dana sebesar itu telah habis dibelanjakan Yayasan Fatmawati."Di antaranya, berdasarkan keterangan mantan Sekretaris Yayasan Fatmawati, Mutia Prihatini. Dia menyebutkan, dana tersebut sudah habis dibelanjakan Yayasan Fatmawati. Jadi bagaimana bisa menyita uang yang sudah habis dibelanjakan?," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar