Jurnas.com | SETELAH lama terendap, kasus sengketa lahan Rumah Sakit (RS) Fatmawati Jakarta Selatan kembali mencuat. Kali ini, upaya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang ingin mengeksekusi sertifikat lahan tersebut Jumat kemarin (25/1) menjadi sorotan.
Kuasa hukum PT Graha Nusa Utama (GNU), sebagai pembeli sebagian lahan sengketa, Misrad, menilai penyelesaian sengketa lahan ini sarat intrik kecurangan. "Jumat lalu PN Jaksel nekat ingin mengeksekusi sertifikat lahan bagian dari RS Fatmawati yang masih sengketa. Namun akhirnya tidak jadi," ujarnya di Jakarta, Minggu (27/1).
Kasus sengketa lahan RS Fatmawati dimulai sejak 1999. Saat itu, Kementerian Kesehatan sebagai institusi yang menaungi RS Fatmawati digugat Yayasan Fatmawati. "Yayasan Fatmawati merasa sebagai pemilik lahan RS Fatmawati. Maka mereka menggugat Kemenkes," tutur Misrad.
Hasilnya, setelah melalui sejumlah proses hukum, Yayasan Fatmawati memenangkan gugatannya. Mahkamah Agung memerintahkan Kemenkes membayar lahan tersebut senilai Rp75 milliar.
Patuh pada hukum, Kemenkes pun memenuhi putusan MA tersebut dengan tiga opsi perdamaian. Pertama, dibayar di awal Rp25 milliar. Kedua, sisanya dibayar dengan menyerahkan 22,8 ha lahan berupa lapangan golf yang posisinya di samping RS Fatmawati. Ketiga, penyerahan lapangan golf dilakukan setelah Yayasan Fatmawati membangun sejumlah fasilitas di komplek tempat RS Fatmawati berdiri sekarang.
Karena tidak punya uang membangun fasilitas RS Fatmawati, Yayasan Fatmawati pun menjual lahan golf tersebut ke PT GNU senilai Rp65 milliar. Penjualan dengan catatan PT GNU berkewajiban membangun fasilitas RS Fatmawati.
Namun tak dinyana penjualan lapangan golf tersebut malah menimbulkan konflik baru.
Muhammad Nasihan, yang juga bertindak sebagai kuasa hukum PT GNU mengutarakan Yayasan Fatmawati bertindak curang. Yakni dengan diam-diam kembali menjual lapangan golf tersebut ke PT Meka Elsa. Nah, karena penjualan ini pula PT GNU kesal.
Nasihan mengatakan, sejak awal sengketa, sertifikat lapangan golf ada ditangan PN Jaksel. Namun diam-diam Ketua PN Jaksel ingin menyerahkan sertifikat itu ke Yayasan Fatmawati sebelum sengketa selesai. "Ini arogansi PN Jaksel yang melampaui kewenangannya," tutur Nashihan.
Setelah ditundanya eskekusi penyerehan setifikat itu, Jaksa Pengacara Negara, mewakili Kemenkes langsung mendaftarkan gugatan penolakan eksekusi ke PN Jaksel.
Sementara itu, saat sejumlah wartawan mempertanyakan kasus ini ke Panitera Sekretaris PN Jaksel, Nofran V, dia enggan berkomentar. Alasannya Ketua PN Jaksel Suhartoyo tidak hadir saat proses eksekusi Jum'at lalu.
Eksekusi itu sendiri akhirnya tertunda karena penolakan dari Jaksa Pengacara Negara dan kuasa hukum Kemenkes. Eksekusi direncanakan dilanjutkan besok, Senin (28/1).
Sumber : http://www.jurnas.com/news/81351
Tidak ada komentar:
Posting Komentar