KESELURUHAN EPISODE DARI SKENARIO BUSUK PRAKTEK MAFIA HUKUM
YANG MERUPAKAN REKAYASA DAN KRIMINALISASI
DEMI KEPENTINGAN MAFIA TANAH UNTUK MEMILIKI LAHAN GOLF FATMAWATI
PART 1
YANG MERUPAKAN REKAYASA DAN KRIMINALISASI
DEMI KEPENTINGAN MAFIA TANAH UNTUK MEMILIKI LAHAN GOLF FATMAWATI
PART 1
Riwayat Singkat Sengketa Yayasan Fatmawati dan Pemerintah cq Depkes RI Yayasan Fatmawati (YF) yang sebelumnya bernama Yayasan Ibu Soekarno didirikan pada tahun 1953 memiliki sebidang tanah seluas 416.000m2 bekas eigendom, yang diperoleh dengan cara membebaskan tanah tersebut dengan membayar ganti rugi kepada para penggarap, yang kemudian mendapatkan Sertifikat Tanah dengan Hak Pakai No. 450/Tjilandak (lampiran 1). Pada tahun 1953 di atas lahan tersebut oleh YF dibangunlah RS. Fatmawati. Oleh karena kekurangan dana maka dalam rangka pengembangan, YF mengadakan kerja sama dengan Pemerintah cq. Depkes RI, yang melahirkan “PIAGAM KERJA SAMA” pada tanggal 25 Juli 1967. (lampiran 2). Dalam perjalanannya pihak Depkes tidak mematuhi apa yang diamanatkan oleh PIAGAM KERJA SAMA tersebut antara lain dengan tidak melibatkan YF dalam pengelolaan dan pengembangan RS. FATMAWATI. Dari sinilah bibit sengketa antara YF dan Depkes mulai berkembang.
Pada Tahun 1987 YF mengajukan permohonan perpanjangan Hak Pakai kepada Mendagri yang kemudian ditolak dengan surat Mendagri No. 593.3/5924/SJ, tanggal 17 Juni 1987. (lampiran 3). Tahun 1988 Depkes mengajukan permohonan ke MENDAGRI untuk mendapatkan surat ijin penunjukan penggunaan tanah, permohonan tersebut disetujui dengan menerbitkan surat Ka. BPN No. 198/AP/BPN/90, tertanggal 22 Juni 1990, yang dilanjutkan dengan terbitnya Sertifikat Hak Pakai No. 82/Cilandak Barat, tanggal 19 September 1990, dengan luas 358.790M2. (lampiran 4).
Sejak “disingkirkan” oleh Depkes RI ditambah lagi permohonan perpanjangan Hak Pakai ditolak, secara perlahan YF mengalami mati suri.
Perjuangan Panjang RM. Yohanes Sarwono Cs Membela YF.
Pada tahun 1989, RM. Yohanes Sarwono, mulai terlibat memberikan dukungan moril dan materil kepada YF untuk mendapatkan kembali haknya. Kenekatan RM. Yohanes Sarwono ketika itu yang mau membela YF boleh dikata “hanya orang gila” yang mau mengambil resiko berhadapan dengan pemerintahan Orde Baru untuk membela kepentingan YF sebagai kelompok Orde Lama yang merupakan lawan politik yang ditumbangkan oleh rejim Orde Baru. Seperti kita ketahui bersama semua lawan politik Orde Baru diberangus dan dimatikan hak sipilnya.
Untuk itu, RM. Yohanes Sarwono selain mengambil resiko yang besar, juga harus mengorbankan waktu, pikiran dan tenaga, bahkan dana pribadi, serta harus berjuang mencari dan meyakinkan investor/penyandang dana agar mau membantu memberikan dukungan, karena hampir mustahil ada pengusaha yang mau mengambil resiko membiayai perjuangan seperti ini ketika itu.
Pada tahun 1991 Ir. Stefanus Farok mulai bergabung dan bersama RM. Yohanes Sarwono berjuang membantu YF. Setelah perjuangan panjang yang melelahkan dan tanpa hasil, maka pada tahun 1995 atas pertimbangan dan dukungan mereka berdua disepakati untuk menempuh jalur hukum menggugat pemerintah melalui PN. Jakarta Selatan yang antara lain menuntut pemerintah membayar ganti rugi sebesar Rp. 110.148.530.000,-. Setelah berjuang selama berbulan-bulan sejak mendaftarkan gugatan, perjuangan tersebut kemudian membuahkan hasil, PN Jaksel mengabulkan sebagian dari gugatan YF tersebut dengan putusan No. 229/Pdt.G/1995/PN.Jkt.Sel tanggal 29 Mei 1996 dan menghukum tergugat I, Depkes RI, harus membayar ganti rugi sebesar Rp. 75 Milyar. (lampiran 5).
Namun Depkes melakukan perlawanan dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI. Oleh PT DKI permohonan banding tersebut kemudian ditolak dan kemudian menguatkan putusan PN Jaksel melalui putusan No.:827/Pdt/1997/PT.DKI, tanggal 27 Januari 1997.(lampiran 6). Setelah kalah, pemerintah mengajukan kasasi namun permohonan tersebut lagi-lagi ditolak melalui Putusan Kasasi MA RI No 2508 K/Pdt/1997 tanggal 19 Maret 1999 (lampiran 7), dan tetap menghukum pemerintah cq. Depkes RI untuk membayar ganti rugi sebesar Rp. 75 Milyar kepada YF.
Setelah menang ditingkat kasasi pihak YF kemudian berjuang untuk mengeksekusi putusan tersebut, namun tak kunjung membuahkan hasil. Pihak YF kembali meminta bantuan dan dukungan RM. Yohanes Sarwono agar putusan MA tersebut dapat terwujud sebagaimana tertuang dalam perjanjian bawah tangan pada tanggal pada tanggal 22 Mei 2000 dan 25 Mei 2000, yang disempurnakan lagi dalam perjanjian 31 Mei 2000, antara YF selaku Pihak I dan RM. Yohanes Sarwono selaku Pihak II. (lampiran 8). Berdasarkan perjanjian tanggal 25 Mei 2000, YF kemudian menerbitkan surat tugas tertanggal 25 Mei 2000 kepada RM. Yohanes Sarwono untuk dan atas nama YF mewakili dalam rangka menyelesaikan perdamaian antara YF dan Pemerintah RI cq. Depkes RI. (lampiran 9). Lewat upaya RM. Yohanes Sarwono dan Ir. Stefanus Farok, yang kemudian turut bergabung pula Umar Muchsin, realisasi putuasan MA kemudian berhasil melahirkan Akta Perdamaian No. 3 tanggal 13 Desember 2000. (lampiran 10). yang antara lain menyatakan bahwa:
Setelah terjadi perdamaian antara YF dan Depkes, pihak YF lagi-lagi memohon bantuan RM. Yohanes Sarwono Cs untuk membantu memenuhi kewajibannya sebagai syarat agar Depkes bisa menyerahkan tanah yang menjadi hak YF. Untuk itu YF berencana mencari pembeli tanah tersebut, maka dibuatlah Akta Perjanjian Kerja Sama Berkenaan Dengan Penyelesaian dan Penjualan Tanah No. 22 tanggal 30 Oktober 2001 (lampiran 11), dimana dalam akta tersebut RM. Yohanes Sarwono, Ir. Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin, bersedia dan ditunjuk sebagai kuasa pihak YF untuk memasarkan rencana penjualan tanah YF tersebut kepada pihak yang berminat (investor), serta menyelesaikan seluruh sengketa secara tuntas dan sempurna. Setelah 2 tahun berusaha, pada tahun 2003 RM. Yohanes Sarwono Cs berhasil mendapatkan investor yaitu PT. Graha Nusa Utama (PT. GNU) yang bersedia membeli secara bersyarat tanah tersebut, maka dibuatlah Akta Perjanjian No. 225 tanggal 18 Nopember 2003 tentang Kerja Sama Pengalihan dan Pengoperan Hak Atas Tanah Antara RM. Yohanes Sarwono Cs dan PT. GNU yang diwakili oleh Toto Kuncoro dan Febby Fadillah (lampiran 12), yang dilanjutkan lagi dengan membuat Akta No. 257 Tanggal 20 Nopember Tentang Pengikatan Pemindahan dan Penyerahan Hak Atas Tanah antara YF selaku Pihak I dan PT. GNU selaku Pihak II. (lampiran 13). Berdasarkan perjanjian ini dilakukanlah pembayaran uang muka/tahap I pada tanggal 20 Nopember 2003. (lampiran 14). Selanjutnya perjanjian demi perjanjian terus berkembang seiring dengan dinamika dan kompleksitas perkembangan penyelesaian sengketa antara YF dan berbagai pihak serta usaha memenuhi kewajiban YF terhadap Depkes RI dan penerbitan Surat Keputusan Penghapusan Aset oleh Depkes RI, yaitu:
Air Susu Dibalas Air Tuba
Secara keseluruhan perjuangan RM. Yohanes Sarwono Cs memakan waktu + 21 tahun. Sebuah perjuangan panjang dan berliku-liku serta penuh pengorbanan moril dan materil yang luar biasa, sehingga akhirnya mendekati keberhasilan. Mendadak sontak pada pada tanggal 9 Mei 2011 pihak YF mengirimkan surat kepada Yohanes Sarwono Cs tentang Pengembalian Dana (lampiran 31), yang kemudian dilanjutkan dengan surat tanggal 16 September 2011, (lampiran 32) tentang Pemberitahuan Pembatalan Seluruh Akta Perjanjian yang dibuat antara YF dengan PT. GNU dan PT. NUS, dengan dasar bahwa pembayaran tahap II dan III melewati batas waktu pembayaran sebagaimana diatur dalam Akta Addendum II No. 43 tanggal 7 Maret 2006 (lihat lampiran 27)dan karenanya berdasarkan pasal 6 Addendum tersebut perjanjian tersebut batal demi hukum. Padahal perjanjian tersebut merupakan perjanjian bersyarat sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat 1 Addendum tersebut yang menyatakan:
Oleh karena itu untuk memenuhi jangka waktunya tersebut (6 bulan) maka harus memenuhi terlebih dahulu syarat-syaratnya yaitu:
Rupanya dibalik itu, pihak YF secara diam-diam telah melakukan perikatan kerja sama dengan PT. Mekaelsa No. 70, tanggal 26 Juli 2010 oleh Notaris Sri Rahayu, SH, (lampiran 34) dan telah menerima kucuran dana dari pihak PT. Mekaelsa. Hebatnya, dalam perjanjian tersebut, seluruh Akta yang dibuat antara YF dan RM. Yohanes Sarwono Cs serta PT. GNU dan PT. NUS diakui, yang berarti bahwa YF sadar betul bahwa seluruh haknya atas tanah telah dilepaskan (“dijual”), dan pihak PT. Mekaelsa beserta Notaris Sri Rahayu, SH mengetahui bahwa YF sudah tidak berhak atas - apalagi menjual tanah tersebut.
Bahwa, sesuai dengan Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 481 dan Nomor 482, tertanggal 29 April 2004, yang dibuat dihadapan Kartono, SH Notaris di Jakarta, telah dinyatakan secara tegas bahwa YF sejak tanggal 29 April 2004 telah sepenuhnya menyerahkan kepemilikan hak atas tanah seluas ± 22,8 Ha yang tercantum dalam Sertipikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, kepada PT. GNU dan PT. NUS, baik secara yuridis maupun secara administrasi dan secara tegas telah memberikan kuasa serta wewenang penuh kepada PT. GNU dan PT. NUS untuk menerima penyerahan berupa hak atas tanah yang tercantum dalam sertipikat Hak Pakai No,82/Cilandak Barat, Seluas ± 22,8 Ha, dari pihak manapun, baik dari Depkes RI maupun dari PN. Jaksel. Bahwa Nomor 481 dan Nomor 482, tertanggal 29 April 2004 tersebut berlaku sebagai Undang-Undang yang mengikat antara YF dengan PT. GNU dan PT. NUS, yang hingga saat ini masih berlaku dan mengikat antara Para Pihak karena belum ada keputusan Pengadilan manapun yang memutuskan dan menyatakan batal atau tidak sahnya atas Akta-Akta tersebut, dan karenanya antara YF dengan PT.Graha Nusa Utama dan PT. NUS harus tetap menghormatinya sebagai undang-undang yang mengikat Para Pihak.
Bahwa walaupun secara hukum berdasarkan Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 481 dan Nomor 482, tertanggal 29 April 2004, YF sudah tidak lagi memiliki hak apa pun atas hak atas tanah yang tercantum dalam Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, atas sebidang tanah Golf Fatmawati seluas ± 22,8 Ha tersebut, namun YF diwakili oleh pembinanya yang baru yaitu Dwi Librianto dengan dalih bahwa Akta-Akta tersebut telah dibatalkan secara sepihak oleh YF, tetap melakukan transaksi Ilegal dengan pihak PT.Meka Elsa yakni melakukan jual beli objek lahan Fatmawati seluas + 22,8 Ha untuk kedua kalinya. Oleh karena itu patut dinyatakan bahwa YF telah beritikad buruk dan melakukan pelanggaran hukum dengan mengingkari dan tidak menghormati perjanjian yang telah dibuat berdasarkan Akta Notaris yang sah yang berlaku sebagai Undang-Undang antara Para Pihak sebagaimana Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 481 dan Nomor 482 tersebut,
Pada Tahun 1987 YF mengajukan permohonan perpanjangan Hak Pakai kepada Mendagri yang kemudian ditolak dengan surat Mendagri No. 593.3/5924/SJ, tanggal 17 Juni 1987. (lampiran 3). Tahun 1988 Depkes mengajukan permohonan ke MENDAGRI untuk mendapatkan surat ijin penunjukan penggunaan tanah, permohonan tersebut disetujui dengan menerbitkan surat Ka. BPN No. 198/AP/BPN/90, tertanggal 22 Juni 1990, yang dilanjutkan dengan terbitnya Sertifikat Hak Pakai No. 82/Cilandak Barat, tanggal 19 September 1990, dengan luas 358.790M2. (lampiran 4).
Sejak “disingkirkan” oleh Depkes RI ditambah lagi permohonan perpanjangan Hak Pakai ditolak, secara perlahan YF mengalami mati suri.
Perjuangan Panjang RM. Yohanes Sarwono Cs Membela YF.
Pada tahun 1989, RM. Yohanes Sarwono, mulai terlibat memberikan dukungan moril dan materil kepada YF untuk mendapatkan kembali haknya. Kenekatan RM. Yohanes Sarwono ketika itu yang mau membela YF boleh dikata “hanya orang gila” yang mau mengambil resiko berhadapan dengan pemerintahan Orde Baru untuk membela kepentingan YF sebagai kelompok Orde Lama yang merupakan lawan politik yang ditumbangkan oleh rejim Orde Baru. Seperti kita ketahui bersama semua lawan politik Orde Baru diberangus dan dimatikan hak sipilnya.
Untuk itu, RM. Yohanes Sarwono selain mengambil resiko yang besar, juga harus mengorbankan waktu, pikiran dan tenaga, bahkan dana pribadi, serta harus berjuang mencari dan meyakinkan investor/penyandang dana agar mau membantu memberikan dukungan, karena hampir mustahil ada pengusaha yang mau mengambil resiko membiayai perjuangan seperti ini ketika itu.
Pada tahun 1991 Ir. Stefanus Farok mulai bergabung dan bersama RM. Yohanes Sarwono berjuang membantu YF. Setelah perjuangan panjang yang melelahkan dan tanpa hasil, maka pada tahun 1995 atas pertimbangan dan dukungan mereka berdua disepakati untuk menempuh jalur hukum menggugat pemerintah melalui PN. Jakarta Selatan yang antara lain menuntut pemerintah membayar ganti rugi sebesar Rp. 110.148.530.000,-. Setelah berjuang selama berbulan-bulan sejak mendaftarkan gugatan, perjuangan tersebut kemudian membuahkan hasil, PN Jaksel mengabulkan sebagian dari gugatan YF tersebut dengan putusan No. 229/Pdt.G/1995/PN.Jkt.Sel tanggal 29 Mei 1996 dan menghukum tergugat I, Depkes RI, harus membayar ganti rugi sebesar Rp. 75 Milyar. (lampiran 5).
Namun Depkes melakukan perlawanan dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI. Oleh PT DKI permohonan banding tersebut kemudian ditolak dan kemudian menguatkan putusan PN Jaksel melalui putusan No.:827/Pdt/1997/PT.DKI, tanggal 27 Januari 1997.(lampiran 6). Setelah kalah, pemerintah mengajukan kasasi namun permohonan tersebut lagi-lagi ditolak melalui Putusan Kasasi MA RI No 2508 K/Pdt/1997 tanggal 19 Maret 1999 (lampiran 7), dan tetap menghukum pemerintah cq. Depkes RI untuk membayar ganti rugi sebesar Rp. 75 Milyar kepada YF.
Setelah menang ditingkat kasasi pihak YF kemudian berjuang untuk mengeksekusi putusan tersebut, namun tak kunjung membuahkan hasil. Pihak YF kembali meminta bantuan dan dukungan RM. Yohanes Sarwono agar putusan MA tersebut dapat terwujud sebagaimana tertuang dalam perjanjian bawah tangan pada tanggal pada tanggal 22 Mei 2000 dan 25 Mei 2000, yang disempurnakan lagi dalam perjanjian 31 Mei 2000, antara YF selaku Pihak I dan RM. Yohanes Sarwono selaku Pihak II. (lampiran 8). Berdasarkan perjanjian tanggal 25 Mei 2000, YF kemudian menerbitkan surat tugas tertanggal 25 Mei 2000 kepada RM. Yohanes Sarwono untuk dan atas nama YF mewakili dalam rangka menyelesaikan perdamaian antara YF dan Pemerintah RI cq. Depkes RI. (lampiran 9). Lewat upaya RM. Yohanes Sarwono dan Ir. Stefanus Farok, yang kemudian turut bergabung pula Umar Muchsin, realisasi putuasan MA kemudian berhasil melahirkan Akta Perdamaian No. 3 tanggal 13 Desember 2000. (lampiran 10). yang antara lain menyatakan bahwa:
- Sisa ganti rugi sebesar Rp. 50 Milyar akan dibayarkan kepada YF melalui pelepasan sebagian tanah hak pakai No. 82/Cilandak Barat a.n. Depkes setelah menghitung kebutuhan tanah untuk RS. Fatmawati seluas 130.000M2. Adapun yang menjadi hak YF sebagai kompensasi sisa ganti rugi yang belum dibayar sebesar Rp. 50 Milyar, adalah tanah seluas + 22,8 Ha.
- Selain itu diatur pula kewajiban-kewajiban YF, yakni: membangun Asrama Perawat seluas 600M2, membangun 1 (satu) bangunan kamar mayat, menyediakan tanah/lahan yang akan digunakan sebagai jalan lingkungan rumah sakit, menyediakan/membangun 8 buah bangunan rumah karyawan, membangun 6 buah rumah jabatan, menyediakan bangunan dan memindahkan para penghuni baik karyawan atau bukan yang saat itu menghuni flat-flat yang terletak di atas tanah bagian YF, di tempat lain yaitu Jl. Raya Sawangan samping lapangan Golf , selanjutnya bangunan tersebut menjadi milik dan tanggung jawab Depkes.
- Diatur pula bahwa tanah Depkes (seluas + 22,8 Ha) baru akan diserahkan kepada YF setelah YF menyelesaikan seluruh kewajibannya (point 2, butir a s/d f) kepada Depkes.
Setelah terjadi perdamaian antara YF dan Depkes, pihak YF lagi-lagi memohon bantuan RM. Yohanes Sarwono Cs untuk membantu memenuhi kewajibannya sebagai syarat agar Depkes bisa menyerahkan tanah yang menjadi hak YF. Untuk itu YF berencana mencari pembeli tanah tersebut, maka dibuatlah Akta Perjanjian Kerja Sama Berkenaan Dengan Penyelesaian dan Penjualan Tanah No. 22 tanggal 30 Oktober 2001 (lampiran 11), dimana dalam akta tersebut RM. Yohanes Sarwono, Ir. Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin, bersedia dan ditunjuk sebagai kuasa pihak YF untuk memasarkan rencana penjualan tanah YF tersebut kepada pihak yang berminat (investor), serta menyelesaikan seluruh sengketa secara tuntas dan sempurna. Setelah 2 tahun berusaha, pada tahun 2003 RM. Yohanes Sarwono Cs berhasil mendapatkan investor yaitu PT. Graha Nusa Utama (PT. GNU) yang bersedia membeli secara bersyarat tanah tersebut, maka dibuatlah Akta Perjanjian No. 225 tanggal 18 Nopember 2003 tentang Kerja Sama Pengalihan dan Pengoperan Hak Atas Tanah Antara RM. Yohanes Sarwono Cs dan PT. GNU yang diwakili oleh Toto Kuncoro dan Febby Fadillah (lampiran 12), yang dilanjutkan lagi dengan membuat Akta No. 257 Tanggal 20 Nopember Tentang Pengikatan Pemindahan dan Penyerahan Hak Atas Tanah antara YF selaku Pihak I dan PT. GNU selaku Pihak II. (lampiran 13). Berdasarkan perjanjian ini dilakukanlah pembayaran uang muka/tahap I pada tanggal 20 Nopember 2003. (lampiran 14). Selanjutnya perjanjian demi perjanjian terus berkembang seiring dengan dinamika dan kompleksitas perkembangan penyelesaian sengketa antara YF dan berbagai pihak serta usaha memenuhi kewajiban YF terhadap Depkes RI dan penerbitan Surat Keputusan Penghapusan Aset oleh Depkes RI, yaitu:
- Akta Perjanjian no. 480, tanggal 29 April 2004 dimana YF selaku Pihak I, RM. Yohanes Sarwono Cs selaku Pihak II, dan PT. GNU selaku Pihak III. . (lampiran 15).Berdasarkan perjanjian ini dibayarlah pembayaran tahap II sebesar Rp. 8 M. (lampiran 16).
- Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 481, Tanggal 29 April 2004, oleh notaris Kartono, SH. (lampiran 17).
- Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 482, Tanggal 29 April 2004, oleh notaris Kartono, SH. (lampiran 18).
- Akta Pengakuan Hutang PT. GNU kepada YF No. 483 tanggal 29 April 2004. (lampiran 19).
- Akta Pengakuan Hutang PT. NUS kepada YF No. 484 tanggal 29 April 2004. (lampiran 20).
- Akta Berita Acara Rapat PT. GNU No. 485, tanggal 29 April 2004. (lampiran 21).
- Akta Berita Acara Rapat PT. NUS No. 486, tanggal 29 April 2004. (lampiran 22).
- Akta Pengikatan Jual Beli No. 487, tanggal 29 April 2004, oleh notaris Kartono, SH. (lampiran 23).
- Akta Pengikatan Jual Beli No. 488, tanggal 29 April 2004, oleh notaris Kartono, SH. (lampiran 24).
- Akta Addendum Perjanjian No. 441 tanggal 22 February 2005, yang pada dasarnya merubah Akta Perjanjian no. 480, tanggal 29 April 2004, oleh notaris Kartono, SH. (lampiran 25). Berdasarkan akta ini dilakukanlah pembayaran tahap III sebesar Rp. 15 M pada tanggal 12 Mei 2005. (lampiran 26).
- Akta Adendum Perjanjian No. 43 tanggal 07 Maret 2006, oleh notaris Kartono, SH. (lampiran 27)
Air Susu Dibalas Air Tuba
Secara keseluruhan perjuangan RM. Yohanes Sarwono Cs memakan waktu + 21 tahun. Sebuah perjuangan panjang dan berliku-liku serta penuh pengorbanan moril dan materil yang luar biasa, sehingga akhirnya mendekati keberhasilan. Mendadak sontak pada pada tanggal 9 Mei 2011 pihak YF mengirimkan surat kepada Yohanes Sarwono Cs tentang Pengembalian Dana (lampiran 31), yang kemudian dilanjutkan dengan surat tanggal 16 September 2011, (lampiran 32) tentang Pemberitahuan Pembatalan Seluruh Akta Perjanjian yang dibuat antara YF dengan PT. GNU dan PT. NUS, dengan dasar bahwa pembayaran tahap II dan III melewati batas waktu pembayaran sebagaimana diatur dalam Akta Addendum II No. 43 tanggal 7 Maret 2006 (lihat lampiran 27)dan karenanya berdasarkan pasal 6 Addendum tersebut perjanjian tersebut batal demi hukum. Padahal perjanjian tersebut merupakan perjanjian bersyarat sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat 1 Addendum tersebut yang menyatakan:
“Perjanjian ini diperpanjang untuk jangka waktu 6 bulan terhitung sejak ditandatanganinya akta, untuk memberikan kesempatan kepada Pihak I dan Pihak II mengurus penerbitan Surat Keputusan Penghapusan Asset Departemen Kesehatan Republik Indonesia termasuk penyerahan hak dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia kepada Yayasan Fatmawati (Pihak Pertama) serta penyerahan hak (pemindahan penyerahan hak) dari Yayasan Fatmawati kepada Pihak Ketiga (PT. Graha Nusa Utama). Jika sampai dalam jangka waktu 6 bulan ternyata Surat Keputusan Penghapusan belum selesai dan belum ada penyerahan hak dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia kepada Yayasan Fatmawati (Pihak Pertama) serta penyerahan hak (pemindahan penyerahan hak) dari Yayasan Fatmawati kepada Pihak III (PT. Graha Nusa Utama), maka para pihak akan memusyawarahkan kembali tentang jangka waktunya”.
Oleh karena itu untuk memenuhi jangka waktunya tersebut (6 bulan) maka harus memenuhi terlebih dahulu syarat-syaratnya yaitu:
- Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan Asset dari Depkes RI;
- Penyerahan hak dari Depkes RI kepada YF;
- Penyerahan hak dari YF ke PT. GNU.
Rupanya dibalik itu, pihak YF secara diam-diam telah melakukan perikatan kerja sama dengan PT. Mekaelsa No. 70, tanggal 26 Juli 2010 oleh Notaris Sri Rahayu, SH, (lampiran 34) dan telah menerima kucuran dana dari pihak PT. Mekaelsa. Hebatnya, dalam perjanjian tersebut, seluruh Akta yang dibuat antara YF dan RM. Yohanes Sarwono Cs serta PT. GNU dan PT. NUS diakui, yang berarti bahwa YF sadar betul bahwa seluruh haknya atas tanah telah dilepaskan (“dijual”), dan pihak PT. Mekaelsa beserta Notaris Sri Rahayu, SH mengetahui bahwa YF sudah tidak berhak atas - apalagi menjual tanah tersebut.
Bahwa, sesuai dengan Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 481 dan Nomor 482, tertanggal 29 April 2004, yang dibuat dihadapan Kartono, SH Notaris di Jakarta, telah dinyatakan secara tegas bahwa YF sejak tanggal 29 April 2004 telah sepenuhnya menyerahkan kepemilikan hak atas tanah seluas ± 22,8 Ha yang tercantum dalam Sertipikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, kepada PT. GNU dan PT. NUS, baik secara yuridis maupun secara administrasi dan secara tegas telah memberikan kuasa serta wewenang penuh kepada PT. GNU dan PT. NUS untuk menerima penyerahan berupa hak atas tanah yang tercantum dalam sertipikat Hak Pakai No,82/Cilandak Barat, Seluas ± 22,8 Ha, dari pihak manapun, baik dari Depkes RI maupun dari PN. Jaksel. Bahwa Nomor 481 dan Nomor 482, tertanggal 29 April 2004 tersebut berlaku sebagai Undang-Undang yang mengikat antara YF dengan PT. GNU dan PT. NUS, yang hingga saat ini masih berlaku dan mengikat antara Para Pihak karena belum ada keputusan Pengadilan manapun yang memutuskan dan menyatakan batal atau tidak sahnya atas Akta-Akta tersebut, dan karenanya antara YF dengan PT.Graha Nusa Utama dan PT. NUS harus tetap menghormatinya sebagai undang-undang yang mengikat Para Pihak.
Bahwa walaupun secara hukum berdasarkan Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 481 dan Nomor 482, tertanggal 29 April 2004, YF sudah tidak lagi memiliki hak apa pun atas hak atas tanah yang tercantum dalam Sertifikat Hak Pakai No.82/Cilandak Barat, atas sebidang tanah Golf Fatmawati seluas ± 22,8 Ha tersebut, namun YF diwakili oleh pembinanya yang baru yaitu Dwi Librianto dengan dalih bahwa Akta-Akta tersebut telah dibatalkan secara sepihak oleh YF, tetap melakukan transaksi Ilegal dengan pihak PT.Meka Elsa yakni melakukan jual beli objek lahan Fatmawati seluas + 22,8 Ha untuk kedua kalinya. Oleh karena itu patut dinyatakan bahwa YF telah beritikad buruk dan melakukan pelanggaran hukum dengan mengingkari dan tidak menghormati perjanjian yang telah dibuat berdasarkan Akta Notaris yang sah yang berlaku sebagai Undang-Undang antara Para Pihak sebagaimana Akta Pengoperan, Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 481 dan Nomor 482 tersebut,
hahahahahahaha.......faktanya benar2 diputar balik kan......lucu2....fakta2 yg lain nya dikemanakan??...serah terima asset negara tanpa diaudit BPK.....mark up....indikasi money laundry.....intimidasi kepada penghuni.....pemindahan penghuni yg "tertipu" ke komplek2 an di kampung sawah baru.......penanaman pocong2 an/bambu kuning di lokasi untuk menyantet penghuni yg bertahan...????????....dan sederet fakta busuk lain nya...mana..???..artikel ini cuma buat mencari simpati dr pihak "jahat" yg sudah kalah
BalasHapusatas nama penghuni yg bertahan
Memang bener fakta yang lain tidak di kemukakan, kami Penyandang disfable yg tergabung dalam Orsos Persatuan Paraplegia Indonesia ( Perpari ) yang sudah sejak tahun 1985 mendapat kontrak sah dari Yayasan fatmawati untuk menempati lahan di jln RS fatmawati 25 A cilandak (didpn BNI fatmawati ) untuk membuka usaha bengkel dan tempat sekretariat PERPARI < namun padam tahun 1990 kami mendapat kabar bahwa tanah tersebut sudah di menangkan oleh Pihak DEPKES RI ,maka PERPARI menjalin kerjasama kontrak dengan Pihak DEPKES RI yang dalam hal pengelolaan Lahan tersebut diserahkan Ke PIhak RSUP Fatmawati.< lalu pada tahun 2005 Kami mau di gusur Oleh Pihak YF yang memberi kuasa kepada RM Johanes Sarwono SH dengan cara Premanisme, namun kami konsultasi ke Pihak DEPKES RI bahwa Tanah tersebut masih sengketa di Pengadilan < maka kami dipersilahkan terus bertahan sampai sekarang, namun Jumat tgl 7 maret 2014 datang sekelompok Preman yang mengatas namakan YF merusak pagar lapangan tenis yang baru pada tahun 2011 di renovasi total oleh Prakarsa PERPARI dengan bantuan Dari BII Maybank, mereka terus melakukan Intimidasi dengan surat palsu dan merusak bangunan yang ada di lapangan Tenis untuk menakut-nakuti < hal tersebut telah kami laporkan ke Pihak Polres jakarta selatan dan LBH jakarta serta Komnas Ham, namun sampai hari ini kami masih di intimidasi /teror dengan sekumpulan Orang yang suka berada di belakang bengkel kami< mohon kiranya Para Petinggi ( Pengadilan, kepolisian, ) bertindak adil dan tepat.
BalasHapus