Minggu, 16 Juni 2013
Selasa, 11 Juni 2013
PN Jakarta Pusat Vonis Bebas Tiga Terdakwa Kasus Yayasan Fatmawati
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiga terdakwa kasus penjualan tanah yayasan Fatmawati divonis bebas oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Menyatakan terdakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin
tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan jaksa
penuntut umum (JPU), akan tetapi perbuatan itu bukan perbuatan tindak
pidana," kata Ketua Majelis Hakim Muhammad Asikin yang pada sidang
menggantikan Bagus Irawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
Senin(10/6/2013).
Ketiga terdakwa diperintahkan majelis hakim agar membawa kembali
barang bukti yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara Toto Kuncoro
berupa uang 20 miliar dari CIMB Niaga Jakpus atas nama Yayasan
Fatmawati. Hal tersebut dilakukan karena ketiganya tidak terbukti
melakukan yang dituduhkan jaksa.
"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan
agar barang bukti bahwa yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara
Toto Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Jakarta Pusat atas nama
Yayasan Fatmawati, dikembalikan ke Yayasan Fatmawati,"ujarnya.
Menanggapi vonis bebas majelis hakim, kuasa hukum terdakwa Hermawi F Taslim langsung menerima vonis bebas terhadap ketiga kliennya itu.
"Tidak ada tanggapan, kami menerima yang mulia," kata Hermawi Taslim.
Usai persidangan, Hermawi Taslim menjelaskan, dari vonis bebas
majelis hakim tersebut, ada tiga poin yang menjadi fokus kuasa hukum
terutama soal bukti uang sebesar Rp 20 miliar yang diajukan JPU yang
disita dari rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada, Jakarta, jelas tidak benar.
"Karena, PT GNU setor ke Yayasan Fatmawati
di CIMB Niaga Cabang Palatehan dan sudah habis dipakai untuk membangun
sejumlah bangunan dan operasional Rumah Sakit Fatmawati sebagai
persyaratan terhadap Depkes. Dan barang bukti itu tidak bisa diganti,
kalau habis tidak bisa diganti. Ini berarti barang buktinya abal-abal,"
ujar Hermawi Taslim.
Berikutnya, lanjut Hermawi semua tindakan dan langkah yang dilakukan ketiga kliennya, ada basis perjanjian perdatanya.
"Dan ketiga, sesuai saksi ahli dari Jember, keberadaan PPATK mutlak, jadi semua perkara pencucian uang, harus ada analisis keuangan dari PPATK. Sementara di kasus ini, tidak ada, dan arus uang tidak bisa lihat, karena mereka (penyidik dan JPU) tidak punya akses, karena yang punya akses ini PPATK," paparnya.
"Dan ketiga, sesuai saksi ahli dari Jember, keberadaan PPATK mutlak, jadi semua perkara pencucian uang, harus ada analisis keuangan dari PPATK. Sementara di kasus ini, tidak ada, dan arus uang tidak bisa lihat, karena mereka (penyidik dan JPU) tidak punya akses, karena yang punya akses ini PPATK," paparnya.
Atas putusan ini, maka urusan dengan Kementerian Kesehatan sudah selesai dan Yayasan Fatmawati tinggal menunggu surat pelepasan aset yang dikeluarkan Departemen Keuangan.
"Surat pelepasan aset dari Depkeu diberikan kepada Depkes, kemudian
dari Depkes diberikan kepada PT GNU. Atas dasar surat itu, PT GNU akan
melunasi pembelian itu (tanah) apabila ada surat pelepasa aset dari
Depkes," ujarnya.
Akibat dari putusan ini, lanjutnya, hubungan perdata PT GNU dengan Yayasan Fatmawati
terus berlangsung. GNU akan melunasi semua kewajibannya, yakni membayar
sejumlah uang yang belum dilunasi karena adanya syarat perjanjian yang
menyebutkan, uang tersebut baru dibayarkan ke Yayasan Fatmawati jika Yayasan Fatmawati sudah menyerahkan surat pelepasan asetnya.
"Jadi, alasan mereka (Fatmawati), bahwa PT GNU wanprestasi dan
Yayasan Fatawati menjalin kerja sama dengan Mega Elas, itu keliru.
Karena bayar sesuai waktunya itu, bila surat pelepasan aset sudah ada.
Akibat lain, semua hubungan hukum dengan pihak lain, sepenjang
menyangkut tanah, itu batal demi hukum. Jadi Yayasan Fatmawati perjajian dengan Mega Elsa itu selesaikan saja berdua," ujarnya.
Selain karena bukti yang dirasa kurang, Hermawi Taslim mengatakan
lima saksi dalam perkara ini mencabut BAP polisi, karena mereka disodori
pemeriksaan BAP-nya saat diperiksa untuk Toto Kuncoro.
"Kalau Toto dihukum, karena Toto pinjam dari Robet Tantular, ada dana
Antaboga-nya, dia (Toto) patut mengetahui, karena pinjam dari Robet
Tantular dan perjanjiannya di bawah tangan," ujarnya.
Sedangkan Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin yang menjadi pihak kuasa Yayasan Fatmawati
untuk mencarikan investasi dan menjual tanah, tidak pernah mengenal
Robet Tantular. Selain itu, Toto Kuncoro juga tidak perrnah
memperkenalkan Robet Tantular kepada ketiganya.
"Toto juga tidak beritahu uang ini dari Robet Tantular. Jadi, unsur
patut mengetahuinya tidak ada sama sekali, tidak kena," katanya Hermawi,
laki-laki yang menjabat sebagai Ketua Forum Komunikasi Alumni
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).
Perlu diketahui, dalam kasus sengkarut tanah Yayasan Fatmawati ini, jaksa penuntut umum mendakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin
telah melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a, b dan c UU Nomor 15 Tahun
2002, sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, jo Pasal
55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Johanes juga didawa Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana telah diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Selain itu, Johanes juga didawa Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana telah diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Atas dakwaan tersebut Hermawi Taslim menilai, dakwaan tersebut tidak
cermat, sehingga ia yakin kliennya dibebaskan dari semua tuntutan.
Pasalnya, selain dakwaan jaksa dinilai lemah dan tanpa pokok perkara
yang jelas, barang bukti yang disita, yakni uang sebesar Rp 20 miliar
dari rekening Yayasan Fatmawati, diduga merupakan bukti yang telah
direkayasa, alias bukti palsu.
Menurutnya, tudingan itu dilontarkan, karena menurut keterangan beberapa orang saksi saat diperiksa penyidik Polri, dana sebesar itu telah habis dibelanjakan Yayasan Fatmawati.
Menurutnya, tudingan itu dilontarkan, karena menurut keterangan beberapa orang saksi saat diperiksa penyidik Polri, dana sebesar itu telah habis dibelanjakan Yayasan Fatmawati.
Sumber : www.tribunnews.com/2013/06/11/pn-jakarta-pusat-vonis-bebas-tiga-terdakwa-kasus-yayasan-fatmawati
Terdakwa Pencucian Uang Bank Century Divonis Bebas
Skalanews - Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus bebas tiga terdakwa kasus
pencucian uang dari terpidana skandal Bank Century Robert Tantular.
Ketiga terdakwa itu, yakni Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchisin.
Para terdakwa pun lolos dari tuntutan tujuh tahun penjara yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Ketiga terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan, sekaligus memulihkan namanya dari segala tuntutan hukum," kata majelis hakim, Bagus Irawan dalam persidangan di PN Jakpus, Senin (10/6).
Dalam pertimbangannya, majelis beranggapan kasus pencucian uang yang didakwakan ke mereka bertiga tidak disertakan hasil analisis Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Sedangkan uang yang disita Mabes Polri sebesar Rp20 miliar dari rekening Yayasan Fatmawati, dinilai bukan milik para terdakwa.
Para terdakwa pun lolos dari tuntutan tujuh tahun penjara yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Ketiga terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan, sekaligus memulihkan namanya dari segala tuntutan hukum," kata majelis hakim, Bagus Irawan dalam persidangan di PN Jakpus, Senin (10/6).
Dalam pertimbangannya, majelis beranggapan kasus pencucian uang yang didakwakan ke mereka bertiga tidak disertakan hasil analisis Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Sedangkan uang yang disita Mabes Polri sebesar Rp20 miliar dari rekening Yayasan Fatmawati, dinilai bukan milik para terdakwa.
"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan
agar barang bukti bahwa yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara
Totok Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Jakpus atas nama Yayasan
Fatmawati, dikembalikan ke Yayasan Fatmawati," pungkas hakim.
Atas putusan itu, JPU pun menyatakan akan memperdalam terlebih dahulu putusan majelis hakim untuk mengajukan banding.
"Kita pikir-pikir dulu," kata Jaksa Mustofa.
Atas putusan itu, JPU pun menyatakan akan memperdalam terlebih dahulu putusan majelis hakim untuk mengajukan banding.
"Kita pikir-pikir dulu," kata Jaksa Mustofa.
Sebelumnya, JPU menuntut 7 tahun pidana penjara terhadap para
terdakwa. JPU menyatakan para terdakwa bersalah telah melakukan
pencucian uang sesuai Pasal 6 UU No 15/2002 dan telah diubah sebagaimana
menjadi UU No 25/2003 tentang Pencucian Uang
Sedangkan, menurut kuasa hukum ketiga terdakwa, Hermawi F Taslim
langsung menerima putusan majelis hakim dan menilai vonis bebas murni
tersebut sudah tepat. Dirinya pun memiliki catatan atas kejanggalan
kasus ini.
"Pertama, terutama bukti uang sebesar Rp20 miliar yang diajukan JPU yang diista dari rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada, Jakarta, jelas tidak benar," katanya.
Pasalnya uang dari PT Graha Nusa Utama (GNU) yang disetorkan ke Yayasan Fatmawati via Bank CIMB Niaga sudah habis dibelanjakan untuk keperluan yayasan, yakni membangun asrama perawat, kamar jenazah, dan membangun RS RP Soeroso.
"Dan barang bukti itu tidak bisa diganti, kalau habis tidak bisa diganti. Ini berarti barang buktinya abal-abal," tudingnya.
Kedua, Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang yang didakwakan kepada kliennya tidaklah tepat. Karena semua perkara pencucian uang harus disertai analisi keuangan dari PPATK.
"Sementara di kasus ini, tidak ada, dan arus uang tidak bisa lihat, karena mereka (penyidik dan JPU) tidak punya akses, karena yang punya akses ini PPATK," jelasnya.
Selain itu, saksi-saksi yang diajukan JPU selama persidangan adalah saksi abal-abal. Bahkan lima saksi diantaranya mencabut Berita Acara Pemeriksaan. Pasalnya para saksi diperiksa terkait Totok Kuncoro selaku Direktur Utama PT Graha Nusa Utama.
Totok Kuncoro sendiri diketahui telah divonis 5 tahun penjara pada Desember 2012 silam, karena terbukti bersalah menerima aliran dana Bank Century.
"Kalau Totok dihukum, karena Totok pinjam dari Robet Tantular, ada dana Antaboga-nya, dia (Toto) patut mengetahui, karena pinjam dari Robet Tantular dan perjanjiannya di bawah tangan," jelasnya.
Sedangkan Johanes, Stefanus dan Umar yang menjadi pihak kuasa Yayasan Fatmawati untuk mencarikan investasi dan menjual tanah, tidak pernah mengenal Robet Tantular. Selain itu, Totok Kuncoro juga tidak perrnah memperkenalkan Robet Tantular kepada ketiganya.
"Totok juga tidak beritahu uang ini dari Robet Tantular. Jadi, unsur patut mengetahuinya tidak ada sama sekali, tidak kena,"pungkasnya. (deddi bayu/frida astuti/mvw)
"Pertama, terutama bukti uang sebesar Rp20 miliar yang diajukan JPU yang diista dari rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada, Jakarta, jelas tidak benar," katanya.
Pasalnya uang dari PT Graha Nusa Utama (GNU) yang disetorkan ke Yayasan Fatmawati via Bank CIMB Niaga sudah habis dibelanjakan untuk keperluan yayasan, yakni membangun asrama perawat, kamar jenazah, dan membangun RS RP Soeroso.
"Dan barang bukti itu tidak bisa diganti, kalau habis tidak bisa diganti. Ini berarti barang buktinya abal-abal," tudingnya.
Kedua, Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang yang didakwakan kepada kliennya tidaklah tepat. Karena semua perkara pencucian uang harus disertai analisi keuangan dari PPATK.
"Sementara di kasus ini, tidak ada, dan arus uang tidak bisa lihat, karena mereka (penyidik dan JPU) tidak punya akses, karena yang punya akses ini PPATK," jelasnya.
Selain itu, saksi-saksi yang diajukan JPU selama persidangan adalah saksi abal-abal. Bahkan lima saksi diantaranya mencabut Berita Acara Pemeriksaan. Pasalnya para saksi diperiksa terkait Totok Kuncoro selaku Direktur Utama PT Graha Nusa Utama.
Totok Kuncoro sendiri diketahui telah divonis 5 tahun penjara pada Desember 2012 silam, karena terbukti bersalah menerima aliran dana Bank Century.
"Kalau Totok dihukum, karena Totok pinjam dari Robet Tantular, ada dana Antaboga-nya, dia (Toto) patut mengetahui, karena pinjam dari Robet Tantular dan perjanjiannya di bawah tangan," jelasnya.
Sedangkan Johanes, Stefanus dan Umar yang menjadi pihak kuasa Yayasan Fatmawati untuk mencarikan investasi dan menjual tanah, tidak pernah mengenal Robet Tantular. Selain itu, Totok Kuncoro juga tidak perrnah memperkenalkan Robet Tantular kepada ketiganya.
"Totok juga tidak beritahu uang ini dari Robet Tantular. Jadi, unsur patut mengetahuinya tidak ada sama sekali, tidak kena,"pungkasnya. (deddi bayu/frida astuti/mvw)
Sumber : http://skalanews.com/berita/detail/147373/terdakwa-pencucian-uang-bank-century-divonis-bebas
Tiga Terdakwa Sengketa Tanah Fatmawati Divonis Bebas
Jakarta, GATRAnews - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
membebaskan Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan
Umar Muchsin, dari semua dakwaan jaksa penuntut umum dalam kasus
sengketa penjualan tanah Yayasan Fatmawati.
"Menyatakan terdakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefabus Farok
Nurtjahja, dan Umar Muchsin tidak terbukti melakukan perbuatan
sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU). Akan tetapi
perbuatan itu bukan perbuatan tindak pidana," kata Kepala PN Jakpus
Muhammad Asikin, dalam amar putusan yang diputus hakim ketua Bagus
Irawan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (10/6).
Karena ketiganya tidak terbukti melakukan yang dituduhkan JPU, ucap
Asikin, maka majelis hakim menyatakan ketiga terdakwa lepas dari segala
tuntutan JPU dan memerintahkan JPU memulihkan hak terdakwa dalam
kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya.
"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan
agar barang bukti bahwa yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara
Toto Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Jakpus atas nama Yayasan
Fatmawati, dikembalikan ke Yayasan Fatmawati," tandasnya.
Muhammad Asikin yang menggantikan Bagus Irawan tersebut langsung
menanyakan sikap JPU atas putusan bebas ketiga terdaka itu. "Kami
pikir-pikir yang mulia," jawa JPU Mustofa yang menuntut ketiga terdakwa
masing-masing 7 tahun penjara.
Sedangkan kuasa hukum ketiga terdakwa yang dikomandani Hermawi F
Taslim, langsung menerima vonis bebas terhadap ketiga kliennya itu.
"Tidak ada tanggapan, kami menerima yang mulia," jawab Hermawi Taslim.
Usai persidangan Hermawi Taslim menjelaskan, dari vonis bebas majelis
hakim tersebut, ada tiga poin yang menjadi fokus kuasa hukum, pertama;
terutama bukti uang sebesar Rp 20 miliar yang diajukan JPU yang diista
dari rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada,
Jakarta, jelas tidak benar.
"Karena, PT GNU setor ke Yayasan Fatmawati di CIMB Niaga Cabang
Paletehan dan sudah habis dipakai untuk membangun sejumlah bangunan dan
operasional Rumah Sakit Fatmawati sebagai persyaratan terhadap Depkes.
Dan barang bukti itu tidak bisa diganti, kalau habis tidak bisa diganti.
Ini berarti barang buktinya abal-abal," tandas Hermawi Taslim.
Kedua, lanjut dia, semua tindakan dan langkah yang dilakukan ketiga
kliennya, ada basis perjanjian perdatanya. "Dan ketiga, sesuai saksi
ahli dari Jember, keberadaan PPATK mutlak, jadi semua perkara pencucian
uang, harus ada analisis keuangan dari PPATK. Sementara di kasus ini,
tidak ada, dan arus uang tidak bisa lihat, karena mereka (penyidik dan
JPU) tidak punya akses, karena yang punya akses ini PPATK," paparnya.
Atas putusan ini, ucap Hermawi Taslim, maka urusan dengan Departemen
kesehatan sudah selesai dan Yayasan Fatmawati tinggal menunggu surat
pelepasan aset yang dikeluarkan Departemen Keuangan.
"Surat pelepasan aset dari Depkeu diberikan kepada Depkes, kemudian
dari Depkes diberikan kepada PT GNU. Atas dasar surat itu, PT GNU akan
melunasi pembelian itu (tanah) apabila ada surat pelepasa aset dari
Depkes," ujarnya.
Akibat dari putusan ini, lanjutnya, hubungan perdata PT GNU dengan
Yayasan Fatmawati terus berlangsung. GNU akan melunasi semua
kewajibannya, yakni membayar sejumlah uang yang belum dilunasi karena
adanya syarat perjanjian yang menyebutkan, uang tersebut baru dibayarkan
ke Yayasan Fatmawati jika Yayasan Fatmawati sudah menyerahkan surat
pelepasan asetnya.
"Jadi, alasan mereka (Fatmawati), bahwa PT GNU oneprestasi dan
Yayasan Fatawati menjalin kerjasama dengan Mega Elas, itu keliru. Karena
bayar sesuai waktunya itu, bila surat pelepasan aset sudah ada. Akibat
lain, semua hubungan hukum dengan pihak lain, sepenjang menyangkut
tanah, itu batal demi hukum. Jadi Yayasan Fatmawati perjajian dengan
Mega Elsa itu selesaikan saja berdua," bebernya.
Selain karena bukti abal-abal, tandas Hermawi Taslim, 5 saksi dalam
perkara ini mencabut BAP polisi, karena mereka disodori pemeriksaan
BAP-nya saat diperiksa untuk Toto Kuncoro. "Kalau Toto dihukum, karena
Toto pinjam dari Robet Tantular, ada dana Antaboga-nya, dia (Toto) patut
mengetahui, karena pinjam dari Robet Tantular dan perjanjiannya di
bawah tangan," tandasnya.
Sedangkan Raden Mas Johanes Sarwono, Stefabus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin
yang menjadi pihak kuasa Yayasan Fatmawati untuk mencarikan investasi
dan menjual tanah, tidak pernah mengenal Robet Tantular. Selain itu,
Toto Kuncoro juga tidak perrnah memperkenalkan Robet Tantular kepada
ketiganya.
"Toto juga tidak beritahu uang ini dari Robet Tantular. Jadi, unsur
patut mengetahuinya tidak ada sama sekali, tidak kena," pungkasnya.
Perlu diketahui, dalam kasus sengkarut tanah Yayasan Fatmawati ini,
jaksa penuntut umum mendakwa Yohanes Sarwono, Stefanus Farok, dan Umar
Muchsin telah melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a, b dan c UU Nomor 15
Tahun 2002, sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, jo
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Yohanes juga didawa Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15
Tahun 2002, sebagaimana telah diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH
Pidana.
Atas dakwaan tersebut Hermawi Taslim menilai, dakwaan tersebut tidak
cermat, sehingga ia yakin kliennya dibebaskan dari semua tuntutan.
Pasalnya, selain dakwaan jaksa dinilai lemah dan tanpa pokok perkara
yang jelas, barang bukti yang disita, yakni uang sebesar Rp 20 miliar
dari rekening Yayasan Fatmawati, diduga merupakan bukti yang telah
direkayasa, alias bukti palsu.
Menurutnya, tudingan itu dilontarkan, karena menurut keterangan
beberapa orang saksi saat diperiksa penyidik Polri, dana sebesar itu
telah habis dibelanjakan Yayasan Fatmawati. "Di antaranya, berdasarkan
keterangan mantan Sekretaris Yayasan Fatmawati, Mutia Prihatini. Dia
menyebutkan, dana tersebut sudah habis dibelanjakan Yayasan Fatmawati.
Jadi bagaimana bisa menyita uang yang sudah habis dibelanjakan?"
pungkasnya. (IS)
Tiga Terdakwa Kasus Century Bebas
JAKARTA, suaramerdeka.com - Tiga terdakwa kasus Bank
Century bebas dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tujuh tahun
penjara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Tiga terdakwa tersebut
adalah Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar
Muchsin. Ketiganya merupakan terdakwa penjualan tanah Yayasan Fatmawati.
Ketua
majelis hakim, Muhammad Asikin membebaskan terdakwa dari semua tuntutan
JPU dan perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana.
"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan agar
barang bukti bahwa yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara Toto
Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Jakpus atas nama Yayasan
Fatmawati, dikembalikan ke Yayasan Fatmawati," ujarnya.
Muhammad
Asikin yang menggantikan Bagus Irawan tersebut langsung menanyakan sikap
JPU atas putusan bebas ketiga terdaka itu. "Kami pikir-pikir yang
mulia," jawab JPU, Mustofa.
Sedangkan kuasa hukum ketiga terdakwa,
Hermawi F Taslim menyatakan langsung menerima vonis bebas terhadap
ketiga kliennya itu. "Tidak ada tanggapan, kami menerima yang mulya."
Usai
persidangan Hermawi mengatakan, dari vonis bebas majelis hakim
tersebut, ada tiga poin yang menjadi fokus kuasa hukum yakni pertama,
bukti uang sebesar Rp 20 miliar yang diajukan JPU yang diista dari
rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada, Jakarta
tidak benar. "Karena, PT GNU setor ke Yayasan Fatmawati di CIMB Niaga
Cabang Paletehan dan sudah habis dipakai untuk membangun sejumlah
bangunan dan operasional Rumah Sakit Fatmawati sebagai persyaratan
terhadap Depkes. Dan barang bukti itu tidak bisa diganti, kalau habis
tidak bisa diganti. Ini berarti barang buktinya abal-abal," ujar
Hermawi.
Kedua, lanjutnya, semua tindakan dan langkah yang
dilakukan ketiga kliennya, ada basis perjanjian perdatanya. Dan ketiga,
"sesuai saksi ahli dari Jember, keberadaan PPATK mutlak, jadi semua
perkara pencucian uang, harus ada analisis keuangan dari PPATK.
Sementara di kasus ini, tidak ada, dan arus uang tidak bisa lihat,
karena mereka (penyidik dan JPU) tidak punya akses, karena yang punya
akses ini PPATK," paparnya.
Atas putusan ini, ucap Hermawi Taslim,
maka urusan dengan Departemen kesehatan sudah selesai dan Yayasan
Fatmawati tinggal menunggu surat pelepasan aset yang dikeluarkan
Departemen Keuangan. "Surat pelepasan aset dari Depkeu diberikan kepada
Depkes, kemudian dari Depkes diberikan kepada PT GNU. Atas dasar surat
itu, PT GNU akan melunasi pembelian itu (tanah) apabila ada surat
pelepasa aset dari Depkes," ujarnya.
Akibat dari putusan ini,
lanjutnya, hubungan perdata PT GNU dengan Yayasan Fatmawati terus
berlangsung. GNU akan melunasi semua kewajibannya, yakni membayar
sejumlah uang yang belum dilunasi karena adanya syarat perjanjian yang
menyebutkan, uang tersebut baru dibayarkan ke Yayasan Fatmawati jika
Yayasan Fatmawati sudah menyerahkan surat pelepasan asetnya.
Terdakwa Kasus Sengketa Tanah Yayasan Fatmawati Divonis Bebas
JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus bebas para terdakwa kasus sengkarut penjualan tanah Yayasan Fatmawati,
yakni Raden Mas Johanes Sarwono, Stefabus Farok Nurtjahja, dan Umar
Muchsin. Dalam sidang yang dipimpin oleh hakim Muhammad Asikin itu
mereka dibebaskan dari semua tuduhan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Menyatakan terdakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefabus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU), akan tetapi perbuatan itu bukan perbuatan tindak pidana," kata kata hakim Muhammad Asikin, Senin (10/6/2013).
Mereka lanjut hakim, tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang dituduhkan JPU. Sehingga majelis hakim membebaskan ketiganya dari segala tuntutan.
"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan agar barang bukti bahwa yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara Toto Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Jakpus atas nama Yayasan Fatmawati, dikembalikan ke Yayasan Fatmawati," tegas hakim.
Hakim Muhammad Asikin kemudian bertanya kepada jaksa mengenai tanggapan JPU selanjutnya. "Kami pikir-pikir yang mulia," kata JPU Mustofa yang menuntut para terdakwa tujuh tahun penjara.
Sementara itu, kuasa hukum ketiga terdakwa yang Hermawi F Taslim menyambut baik vonis bebas terhadap ketiga kliennya. Menurutnya, terdapat tiga poin yang menjadi fokus kuasa hukum yakni pertama bukti uang sebesar Rp20 miliar yang diajukan JPU yang disita dari rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada, Jakarta, adalah keliru.
"Karena, PT GNU setor ke Yayasan Fatmawati di CIMB Niaga cabang Faletehan dan sudah habis dipakai untuk membangun sejumlah bangunan dan operasional Rumah Sakit Fatmawati sebagai persyaratan terhadap Depkes. Dan barang bukti itu tidak bisa diganti, kalau habis tidak bisa diganti. Ini berarti barang buktinya abal-abal," papar Hermawi.
Kemudian poin kedua kata dia, segala tindakan maupun langkah yang dilakukan ketiga kliennya, ada basis perjanjian perdatanya. Adapun poin ketiga, sesuai saksi ahli dari Jember, keberadaan PPATK mutlak, sehingga semua perkara pencucian uang, harus ada analisis keuangan dari PPATK.
"Sementara di kasus ini, tidak ada, dan arus uang tidak bisa lihat, karena mereka (penyidik dan JPU) tidak punya akses, karena yang punya akses ini PPATK," ungkap Hermawi.
Dengan demikian, lanjut dia, hubungan perdata PT GNU dengan Yayasan Fatmawati terus berlangsung. GNU akan melunasi semua kewajibannya membayar sejumlah uang yang belum dilunasi karena adanya syarat perjanjian yang menyebutkan, uang tersebut baru dibayarkan ke Yayasan Fatmawati jika Yayasan Fatmawati sudah menyerahkan surat pelepasan asetnya.
"Jadi, alasan mereka (Fatmawati) bahwa PT GNU oneprestasi dan Yayasan Fatawati menjalin kerjasama dengan Mega Elas, itu keliru. Karena bayar sesuai waktunya itu, bila surat pelepasan aset sudah ada. Akibat lain, semua hubungan hukum dengan pihak lain, sepanjang menyangkut tanah, itu batal demi hukum. Jadi, Yayasan Fatmawati perjnajian dengan Mega Elsa itu selesaikan saja berdua," bebernya.
Sekadar diketahui, dalam kasus sengketa tanah Yayasan Fatmawati ini, para terdakwa didakwa telah melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a, b dan c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Yohanes juga didawa Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana telah diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Barang bukti berupa uang sebesar Rp20 miliar dari rekening Yayasan Fatmawati juga telah disita. (ydh)
"Menyatakan terdakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefabus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU), akan tetapi perbuatan itu bukan perbuatan tindak pidana," kata kata hakim Muhammad Asikin, Senin (10/6/2013).
Mereka lanjut hakim, tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang dituduhkan JPU. Sehingga majelis hakim membebaskan ketiganya dari segala tuntutan.
"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan agar barang bukti bahwa yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara Toto Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Jakpus atas nama Yayasan Fatmawati, dikembalikan ke Yayasan Fatmawati," tegas hakim.
Hakim Muhammad Asikin kemudian bertanya kepada jaksa mengenai tanggapan JPU selanjutnya. "Kami pikir-pikir yang mulia," kata JPU Mustofa yang menuntut para terdakwa tujuh tahun penjara.
Sementara itu, kuasa hukum ketiga terdakwa yang Hermawi F Taslim menyambut baik vonis bebas terhadap ketiga kliennya. Menurutnya, terdapat tiga poin yang menjadi fokus kuasa hukum yakni pertama bukti uang sebesar Rp20 miliar yang diajukan JPU yang disita dari rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada, Jakarta, adalah keliru.
"Karena, PT GNU setor ke Yayasan Fatmawati di CIMB Niaga cabang Faletehan dan sudah habis dipakai untuk membangun sejumlah bangunan dan operasional Rumah Sakit Fatmawati sebagai persyaratan terhadap Depkes. Dan barang bukti itu tidak bisa diganti, kalau habis tidak bisa diganti. Ini berarti barang buktinya abal-abal," papar Hermawi.
Kemudian poin kedua kata dia, segala tindakan maupun langkah yang dilakukan ketiga kliennya, ada basis perjanjian perdatanya. Adapun poin ketiga, sesuai saksi ahli dari Jember, keberadaan PPATK mutlak, sehingga semua perkara pencucian uang, harus ada analisis keuangan dari PPATK.
"Sementara di kasus ini, tidak ada, dan arus uang tidak bisa lihat, karena mereka (penyidik dan JPU) tidak punya akses, karena yang punya akses ini PPATK," ungkap Hermawi.
Dengan demikian, lanjut dia, hubungan perdata PT GNU dengan Yayasan Fatmawati terus berlangsung. GNU akan melunasi semua kewajibannya membayar sejumlah uang yang belum dilunasi karena adanya syarat perjanjian yang menyebutkan, uang tersebut baru dibayarkan ke Yayasan Fatmawati jika Yayasan Fatmawati sudah menyerahkan surat pelepasan asetnya.
"Jadi, alasan mereka (Fatmawati) bahwa PT GNU oneprestasi dan Yayasan Fatawati menjalin kerjasama dengan Mega Elas, itu keliru. Karena bayar sesuai waktunya itu, bila surat pelepasan aset sudah ada. Akibat lain, semua hubungan hukum dengan pihak lain, sepanjang menyangkut tanah, itu batal demi hukum. Jadi, Yayasan Fatmawati perjnajian dengan Mega Elsa itu selesaikan saja berdua," bebernya.
Sekadar diketahui, dalam kasus sengketa tanah Yayasan Fatmawati ini, para terdakwa didakwa telah melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a, b dan c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Yohanes juga didawa Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana telah diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Barang bukti berupa uang sebesar Rp20 miliar dari rekening Yayasan Fatmawati juga telah disita. (ydh)
Tiga Terdakwa Penjualan Tanah Yayasan Fatmawati Divonis Bebas
Jakarta - Pengadilan
Negeri (PN) Jakarta Pusat yang diketuai Muhammad Asikin membebaskan
terdakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja dan Umar
Muchsin dari semua tuduhan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus
sengkarut penjualan tanah Yayasan Fatmawati.
"Menyatakan terdakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok
Nurtjahja, dan Umar Muchsin tidak terbukti melakukan perbuatan
sebagaimana yang didakwakan JPU, akan tetapi perbuatan itu bukan
perbuatan tindak pidana," kata Muhammad Asikin saat membacakan amar
putusan yang diputus hakim ketua Bagus Irawan di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, Senin (10/6).
Karena ketiganya tidak terbukti melakukan yang dituduhkan JPU, maka
mejelis hakim menyatakan ketiga terdakwa lepas dari segala tuntutan JPU
dan memerintahkan JPU memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan,
kedudukan, harkat, dan martabatnya.
"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan
agar barang bukti bahwa yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara
Toto Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Jakpus atas nama Yayasan
Fatmawati, dikembalikan ke Yayasan Fatmawati," tandasnya.
Muhammad Asikin yang menggantikan Bagus Irawan tersebut langsung
menanyakan sikap JPU atas putusan bebas ketiga terdakwa. Keputusannya,
JPU akan pikir-pikir. "Kami pikir-pikir yang mulia," jawab JPU Mustofa yang sebelumnya menuntut ketiga terdakwa masing-masing tujuh tahun penjara.
Hermawi F Taslim, kuasa hukum ketiga terdakwa langsung menerima vonis bebas terhadap ketiga kliennya itu. "Tidak ada tanggapan, kami menerima yang mulia," ucap Hermawi.
Usai persidangan kuasa hukum menjelaskan, dari vonis bebas majelis
hakim tersebut, ada tiga poin yang menjadi fokus kuasa hukum. Yakni
salah satunya bukti uang sebesar Rp 20miliar yang diajukan JPU yang
disita dari rekening Yayasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah
Mada, Jakarta, tidak benar adanya. Atas putusan tersebut, maka urusan dengan Departemen kesehatan sudah
selesai dan Yayasan Fatmawati tinggal menunggu surat pelepasan aset yang
dikeluarkan Departemen Keuangan.
"Surat pelepasan aset dari Depkeu diberikan kepada Depkes, kemudian
dari Depkes diberikan kepada PT GNU. Atas dasar surat itu, PT GNU akan
melunasi pembelian itu (tanah) apabila ada surat pelepasa aset dari
Depkes," ujar Hermawi. Akibat dari putusan ini, lanjutnya, hubungan perdata PT GNU dengan Yayasan Fatmawati terus berlangsung. GNU akan melunasi semua kewajibannya, yakni membayar sejumlah uang
yang belum dilunasi karena adanya syarat perjanjian yang menyebutkan,
uang tersebut baru dibayarkan ke Yayasan Fatmawati jika Yayasan
Fatmawati sudah menyerahkan surat pelepasan asetnya.
Dalam kasus sengkarut tanah Yayasan Fatmawati, JPU mendakwa Raden Mas
Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin telah
melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a, b dan c UU Nomor 15 Tahun 2002,
sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, jo Pasal 55 Ayat
(1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Johanes juga didakwa Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15
Tahun 2002, sebagaimana telah diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH
Pidana.
Atas dakwaan tersebut kuasa hukum menilai, dakwaan tidak cermat, sehingga sangat yakin kliennya dibebaskan dari semua tuntutan. Pasalnya, selain dakwaan jaksa dinilai lemah dan tanpa pokok perkara
yang jelas, barang bukti yang disita, yakni uang sebesar Rp 20 miliar
dari rekening Yayasan Fatmawati, diduga merupakan bukti yang telah
direkayasa, alias bukti palsu.
Tiga Terdakwa Century Divonis Bebas Murni
INILAH.COM, Jakarta - Tiga terdakwa kasus Century, Raden Mas
Johanes Sarwono, Stefanus Farok, dan Umar Muchin dinyatakan bebas murni
dan terbukti tidak terlibat pencucian uang dari Robert Tantular.
"Ketiga terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan, sekaligus memulihkan namanya dari segala tuntutan hukum," kata majelis hakim Bagus Irawan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Senin (10/6/2013).
Pertimbangan majelis hakim adalah kasus pencucian uang yang didakwakan tidak disertakan hasil analisis Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Uang yang disita Mabes Polri sebesar Rp20 miliar dari rekening Yayasan Fatmawati dinilai majelis hakim bukanlah uang para terdakwa.
Sebelumnya, berdasarkan pasal 6 UU No 15/2002 dan telah diubah menjadi UU No 25/2003 tentang Pencucian Uang, terdakwa diduga melakukan pencucian uang dan di tuntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan tuntutan 7 tahun penjara.
"Ketiga terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan, sekaligus memulihkan namanya dari segala tuntutan hukum," kata majelis hakim Bagus Irawan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Senin (10/6/2013).
Pertimbangan majelis hakim adalah kasus pencucian uang yang didakwakan tidak disertakan hasil analisis Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Uang yang disita Mabes Polri sebesar Rp20 miliar dari rekening Yayasan Fatmawati dinilai majelis hakim bukanlah uang para terdakwa.
Sebelumnya, berdasarkan pasal 6 UU No 15/2002 dan telah diubah menjadi UU No 25/2003 tentang Pencucian Uang, terdakwa diduga melakukan pencucian uang dan di tuntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan tuntutan 7 tahun penjara.
Kasus tersebut bermula ketika ketiga terdakwa membeli
sebidang tanah dari yayasan Fatmawati dengan harga Rp65 miliar. Sehingga
muncul dugaan uang pembayaran berasal dari Robert Tantular melalui
terpidana Toto Kuntjoro. [mvi]
Terdakwa Kasus Yayasan Fatmawati Divonis Bebas
JAKARTA - Tiga terdakwa dalam kasus tindak pidana
pencucian uang penjualan tanah Yayasan Fatmawati kini bernapas lega.
Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin
dinyatakan tidak terbukti dan bebas semua tuduhan jaksa penuntut umum.
"Menyatakan terdakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok
Nurtjahja, dan Umar Muchsin tidak terbukti melakukan perbuatan
sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU), akan tetapi
perbuatan itu bukan perbuatan tindak pidana," kata Ketua Majelis Hakim
Muhammad Asikin saat membacakan amar putusan yang diputus hakim ketua
Bagus Irawan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin,
(10/6).
Karena ketiganya tidak terbukti melakukan yang dituduhkan JPU, ucap
Asikin, maka mejelis hakim menyatakan ketiga terdakwa lepas dari segala
tuntutan JPU dan memerintahkan JPU memulihkan hak terdakwa dalam
kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya.
"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan agar
barang bukti bahwa yang disita dari Indira Mayasari dalam perkara Toto
Kuncoro berupa uang 20 miliar dari CIMB Jakpus atas nama Yayasan
Fatmawati, dikembalikan ke Yayasan Fatmawati," tandasnya.
Muhammad Asikin yang menggantikan Bagus Irawan tersebut langsung
menanyakan sikap JPU atas putusan bebas ketiga terdakwa itu. "Kami
pikir-pikir yang mulia," jawab JPU Mustofa yang menuntut ketiga terdakwa
masing-masing 7 tahun penjara.
Sedangkan kuasa hukum ketiga terdakwa yang dikomandani Hermawi F Taslim,
langsung menerima vonis bebas terhadap ketiga kliennya itu. "Tidak ada
tanggapan, kami menerima yang mulia," jawab Hermawi Taslim.
Atas putusan ini, ucap Hermawi Taslim, maka urusan dengan Departemen
kesehatan sudah selesai dan Yayasan Fatmawati tinggal menunggu surat
pelepasan aset yang dikeluarkan Departemen Keuangan.
"Surat pelepasan aset dari Depkeu diberikan kepada Depkes, kemudian dari
Depkes diberikan kepada PT GNU. Atas dasar surat itu, PT GNU akan
melunasi pembelian itu (tanah) apabila ada surat pelepasa aset dari
Depkes," ujarnya.
Dalam kasus sengkarut tanah Yayasan Fatmawati ini, jaksa penuntut umum
mendakwa Raden Mas Johanes Sarwono, Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar
Muchsin telah melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a, b dan c UU Nomor 15
Tahun 2002, sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, jo
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Johanes juga didawa Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15
Tahun 2002, sebagaimana telah diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH
Pidana.
Atas dakwaan tersebut Hermawi Taslim menilai, dakwaan tersebut tidak
cermat, sehingga ia yakin kliennya dibebaskan dari semua tuntutan.
Pasalnya, selain dakwaan jaksa dinilai lemah dan tanpa pokok perkara
yang jelas, barang bukti yang disita, yakni uang sebesar Rp 20 miliar
dari rekening Yayasan Fatmawati, diduga merupakan bukti yang telah
direkayasa, alias bukti palsu. (jpnn)
Sumber : http://www.jpnn.com/read/2013/06/10/176176/Terdakwa-Kasus-Yayasan-Fatmawati-Divonis-Bebas-
Sumber : http://www.jpnn.com/read/2013/06/10/176176/Terdakwa-Kasus-Yayasan-Fatmawati-Divonis-Bebas-
Langganan:
Postingan (Atom)