JAKARTA -
Tiga terdakwa kasus penjualan tanah Yayasan Fatmawati, Yohanes Sarwono,
Stevanus Farok, dan Umar Muchsin mempersoalkan penyitaan Rp 20 miliar
yang dilakukan penyidik Mabes Polri. Melalui Kuasa Hukum Terdakwa,
Hermawi Taslim mengatakan penyitaan uang di rekening Yayasan Fatmawati
sebagai barang bukti tidak ada sangkut pautnya dengan kasus yang
disidangkan.
"Atas dasar apa saudara menyita dana Rp 20 miliar dari rekening Yayasan
Fatmawati, padahal uang dari PT Graha Nusa Utama (GNU) sudah habis
dibelanjakan untuk keperluan yayasan, yakni membangun asrama perawat,
kamar jenazah, dan membangun RS RP Soeroso," tanya Hermawi Taslim kepada
pelapor sekaligus penyidik Polri yang menyidik kasus ini, Hartono di
ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (19/3).
Dalam sidang yang dipimpin Bagus Irawan itu, Hartono sendiri menduga
bahwa uang yang disita dari rekening Yayasan Fatmawati merupakan dana
yang masuk dari PT GNU. "Kami ketahui ada dana Rp 20 miliar di rekening
Fatmawati dan patut diduga itu hasil dari perputaran uang PT GNU," jawab
Hartono.
Sebelumnya, Mabes Polri menemukan ada aliran dana Bank Century sebesar
Rp 25 miliar dari Robert Tantular ke Yayasan Fatmawati. Namun dari hasil
penyelidikan, ternyata yang diterima yayasan itu hanya Rp 20 miliar.
Sedangkan Rp 5 miliar lainnya diterima atas nama individu.
Tak puas dengan jawaban Hartono, Hermawi kembali mempertanyakan uang
yang masuk ke Yayasan Fatmawati dari PT GNU yang dipimpin Toto Kuncoro
sebesar Rp 25 miliar yang masuk dalam rentang waktu 2003, 2004, dan
2005. Sebab, berdasarkan pengakuan sejumlah saksi dalam Berita Acara
Pidana (BAP), uang sejumlah itu sudah habis dibelanjakan oleh Yayasan
Fatmawati termasuk untuk membangun RS Soeroso.
"Rp 25 miliar itu sudah habis untuk bangun RS Soeroso, dan dibelanjakan
oleh Yayasan Fatmawati pada bulan Mei 2012, kemudian disita Rp 20 miliar
pada 11 Juni 2012, ini tidak nyambung," kata Hermawi.
Pertanyaan seputar penyitaan Rp 20 miliar tak berhenti sampai di situ
saja. Kuasa hukum terdakwa lainnya, Haryo Budi Wibowo juga
mempertanyakan tindakan penyidik yang tidak menyita RS Soeroso karena
uang tersebut di antaranya digunakan untuk membangun rumah sakit
tersebut.
Situasi ini langsung ditengahi Bagus. Ia mengatakan penyitaan ini akan
ditanyakan lagi kepada saksi-saksi lainnya. "Nanti kita periksa dari
saksi-saksi lainnya," ujarnya.
Pada sidang ini, Terdakwa Yohanes Sarwono juga mengaku kerberatan
dengan keterangan saksi yang pernah menyidiknya. Ia menolak disebut
tidak memberikan bukti rincian dana dari Yayasan Fatmawati ketika
disidik Mabes Polri.
"Saya keberatan, karena tadi dinyatakan saya tidak mengajukan bukti
rincian penggunaan dana tersebut, padahal saya sudah menyerahkannya dan
meminta penyidik memeriksa saksi-saksi lain. Tapi penyidik tidak
memeriksanya," kata Yohanes.
Usai persidangan, Jaksa Penuntut Umum Mustofa menilai, seharusnya
penyitaan uang sebesar itu dipertanyakan dalam sidang praperadilan untuk
mengetahui sah tidaknya penyitaan uang sebesar Rp 20 miliar itu. "Kan
praperadilan di antaranya untuk menguji sah tidaknya penyitaan bukti dan
penahanan. Seharusnya diajukan di praperadilan kalau mau," jawabnya
saat dimintai tanggapan.
Sementara itu, Hermawi menegaskan, uang dari PT GNU telah habis
dibelanjakan Yayasan Fatmawati sesuai keterangan saksi yang pernah
diperiksa, di antaranya, berdasarkan keterangan mantan Sekretaris
Yayasan Fatmawati, Mutia Prihatini. Ia menyebut, penyitaan tersebut
adalah rekayasa bukti palsu.
"Dia menyebutkan, dana tersebut sudah habis dibelanjakan Yayasan
Fatmawati. Jadi bagaimana bisa menyita uang yang sudah habis
dibelanjakan?" kata Hermawi.
Dalam kasus sengketa tanah Yayasan Fatmawati ini, oleh jaksa penuntut
umum Yohanes Sarwono, Stefanus Farok, dan Umar Muchsin didakwa telah
melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a, b dan c UU Nomor 15 Tahun 2002,
sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, jo Pasal 55 Ayat
(1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Yohanes juga didakwa Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15
Tahun 2002, sebagaimana telah diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH
Pidana.
Sumber : http://m.jpnn.com/news.php?id=163559
Tidak ada komentar:
Posting Komentar